sebuah tari yang bersumber dari
kesenian rakyat Probolinggo yang hidup tumbuh dan berkembang ditengah kehidupan
rakyat dan tarian ini diiringi dengan musik tradisional yang dinamakan
“Glipang”.
Tari Kiprah Glipang ini menggambarkan betapa gagah dan terampilnya para pemuda yang sedang berlatih olah keprajuritan. Perkumpulan Tari Kiprah Glipang yang terkenal berada di Desa Pendil – Banyuanyar hingga banyak orang berkeyakinan bahwa desa inilah tempat asal muasalnya kesenian ini.
Desa Pendil telah mempopulerkan kesenian ini sampai ke tempat-tempat lain diluar Probolinggo.
GLIPANG
DAN TERBANG GENDING WUJUD SENI ISLAM LAHIR DARI KONTRADIKSI KOLONIAL DAN
GAMELAN JAWA
Kontradiksi Kolonial
Pada tahun 1912 di daerah pesisir
pulau Jawa bagian timur tepatnya di selat Madura, beberapa orang Madura
melakukan migrasi lokal ke daerah lain untuk mencari pekerjaan guna memenuhi
kebutuhan hidup. Seperti halnya masyarakat Minang, bagi orang Madura (utamanya
anak muda) merantau seolah menjadi sebuah keharusan tersendiri sebagai
pengakuan adat dan jalan dalam menemukan kehidupan yang lebih baik (sukses).
Begitu juga Sari Truno, remaja
Madura yang pada tahun tersebut melakukan migrasi ke daerah Probolinggo dan
menetap di Desa Pendil. Ia akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai mandor tebang
tebu pada pabrik gula Kecamatan Gending Probolinggo di bawah kepemilikan
Belanda.
Karena watak orang Madura yang
terkenal “tempramen”, “kasar”, serta “pantang diperintah”, Sari Truno sering
kali melakukan pemberontakan dan tidak jarang pula terjadi konflik dengan
tentara Belanda yang dianggapnya sewenang-wenang. Menurut Yuni Rusdiyanti
(1994:83) karena ketidakpuasan Sari Truno, Ia dengan beberapa orang masyarakat
desa Pendil membentuk sebuah perkumpulan pencak silat dengan tujuan menyusun
kekuatan melawan Belanda.
Kegiatan yang dipimpin oleh Sari
Truno tersebut dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, karena apabila dilakukan
secara terang-terangan akan mengundang reaksi tentara Belanda. Ibarat sebuah
bangkai, dimanapun disembunyikan pasti akan tercium juga dan begitu pula dengan
perkumpulan silat pimpinan Sari Truno. Sedikit demi sedikit Belanda mulai
menaruh curiga yang dianggapnya sebagai pemberontak yang setiap saat bisa membahayakan
kekuasaan pemerintah penjajah kala itu.
Agar pemerintah Belanda tidak
semakin curiga, Sari Truno memiliki inisiatif menciptakan musik untuk
mengiringi kegiatan pencak silat yang Ia lakukan bersama komplotannya. Hal ini
bertujuan agar pemerintah Belanda mengira kegiatan pencak silat yang dilakukan
Sari Truno hanyalah sebuah bentuk ekspresi kesenian semata. Akhirnya Belanda
pun berfikiran demikian.
Karena latar belakang yang demikian
inilah tercipta musik yang disebut sebagai musik Gholiban. Berasal dari kata
Arab yang berarti sebuah kebiasaan. Menurut Yuni Rusdiyanti (1994:84), arti
kebiasaan yang ada dimaksudkan sebagai ketidak sukaan Sari Truno terhadap
kebiasaan-kebiasaan penjajah Belanda yang bertindak sewenang-wenang pada
masyarakat pribumi. Karena pengaruh dari dialek orang Jawa, kata Gholiban
berubah menjadi Glipang, yang pada akhirnya juga sebagai embrio lahirnya
terbang gending.
Kontradiksi Gamelan Jawa
Lambat laun, perkumpulan pencak
silat Sari Truno yang pada awalnya betujuan untuk menentang penjajah Belanda
menjadi sebuah ekspresi seni yang nyata. Akhirnya, namanya pun diambil dari
nama musiknya yaitu Glipang. Oleh karena itu kesenian tersebut (baik musik
maupun tari) pada saat sekarang ini lazim disebut sebagai kesenian Glipang.
Menariknya instrumen yang digunakan
bukanlah intrumen gamelan. Berbeda dengan masyarakat Jawa umumnya, bagi
masyarakat Probolinggo khususnya desa Pendil kecamatan Banyuanyar gamelan
dianggap sebagai alat musik yang “haram”.
Masyarakat Probolinggo yang
mayoritas beragama Islam menganggap bahwa di mana ada gamelan pasti terdapat
adanya prostitusi. Menurut Soeparmo selaku keturunan dari Sari Truno dan
penerus kesenian glipang menyatakan bahwa setiap pertunjukan gamelan, umumnya
terdapat laki-laki dan wanita yang menari serta berpakaian dengan membuka
auratnya. Mungkin yang dimaksud adalah semacam tayub atau tandakan dengan
budaya ngibing atau nyuwel yang sangat lekat pada pertunjukan gamelan di
Jawa Timur.
Selain itu beberapa masyarakat
menganggap bahwa gamelan merupakan warisan dari agama lain yaitu Hindu dan
Budha. Bagi mereka bentuk peninggalan semacam ini dianggap “haram” oleh agama
yang dianutnya.
Oleh karena itu pada penciptaan alat
musiknya dulu, Sari Truno memilih alat musik yang memiliki karakter Islam yang
kuat. Alat musik tersebut yaitu Jidor yang diadopsi dari bedug masjid, Hadrah /
Terbang yang diyakini sebagai alat musik Islamiah yang bagi masyarakat sekitar
juga seringkali disebut dengan Sarakalan. Selanjutnya terdapat pula
terompet dan ketipung (semacam kendang ) yang mencirikan budaya Madura daerah
asal Sari Truno.
Menurut Soeparmo, keberadaan
Instrumen tersebut memiliki makna tersendiri. Dintaranya Jidor diibaratkan
sebagai Allah Yang Maha Esa, oleh karena itu bentuknya paling besar dan harus
ditaruh paling diatas dibandingkan dengan instrumen lainnya. 2 ketipung yang
menandakan bahwa manusia terdapat 2 golongan yaitu lanang dan wadon (laki-laki
dan wanita). Pada ajaran agama Islam menyatakan bahwa derajat laki-laki lebih
tinggi dari wanita, sehingga penempatan ketipung lanang harus diatas
ketipung wadon.
Selain berfungsi sebagai pengiring
tari glipang istrumen musik ini juga berdiri sendiri / mandiri (konser) biasa
disebut sebagai terbang gending. Perbedaanya, instrumen ketipung pada glipang
diganti dengan terbang dengan penambahan kecrek di dalamnya. Disebut sebagai
terbang gending karena instrumen terbang-terbang yang ada memainkan repertoar
gending dalam gamelan. Sekali lagi karena gamelan dianggap “haram”, maka
masyarakat sekitar menggunakan inatrumen terbang dalam mengekspresikan wujud
seninya. Sehingga intrumen terbang yang ada distel /stem /laras seperti
instrumen gamelan (di dalamnya terdapat memesis bunyi kendang, kempul, peking,
kenong, kethuk dan lain sebagainya). Disisi lain repertoar lagu pun diambil
dari gendhing-gendhing gamelan Jawa diantaranya Jula-juli, walang kekek,
Suroboyoan dan sebagainya.
Hal ini berbeda dengan daerah di
Jawa umumnya, dimana ketika Islam masuk dapat bersinergi dengan agama
sebelumnya beserta piranti yang ada. Sebagai contoh digunakannya gamelan
sebagai sarana dakwah oleh Sunan Kali Jaga untuk menyebarkan dan membawa
pengaruh Islam kepada masyarakat Jawa khususnya. Tidak hanya itu selain
gamelan, wayang kulit yang notabene disinyalir sebagai peninggalan agama Hindu
dan Budha pun / juga digunakan sebagai sarana yang sama oleh para Wali dan
penyebar agama Islam di Jawa.
Bagi masyarakat Desa Pendil
Probolinggo, Stereotip negatif yang ada pada istrumen gamelan masih sangat
lekat hingga saat ini. Bahkan sampai detik ini menurut Soeparmo belum pernah
terdengar adanya bunyi gamelan sekecil apapun di tempat Ia tinggal. Karena itu,
dengan glipang dan terbang gendinglah Soeparmo dan masyarakat mengekspresikan
wujud seninya.
Disisi lain karena fenomena inilah
glipang dan terbang gending justru lahir menjadi bentuknya yang mandiri (khas)
disamping keberadaan gamelan di Jawa. Tidak hanya itu, untuk saat ini kesenian
glipang dan terbang gending seolah menjadi icon yang mengidentitaskan
masyarakat Probolinggo dan Desa Pendil khususnya.
Kesenian Glipang dan Terbang Gending
Desa Pendil Kec. Banyuanyar Probolinggo
Instrumen terbang yang ada merupakan
memesis dari gamelan Jawa sehingga antara terbang satu dengan lainnya berbeda
nada, hal ini dapat dilihat dari besar dan kecilnya terbang
Tari Glipang, tarian
asli kabupaten Probolinggo
Tari Glipang termasuk
tari rakyat yang merupakan bagian dari pada kesenian tradisional Kabupaten
Probolinggo.Tidak ada bedanya dengan tari Remo yaitu sebuah tari khas daerah
Jawa Timur yang merupakan bagian dari kesenian Ludruk.
Parmo cucu pencipta Tari
Glipang kepada Bromo Info mengatakan Tari Glipang berasal dari kebiasaan
masyarakat. Kebiasaan yang sudah turun temurun tersebut akhirnya menjadi
tradisi. Dia menjelaskan, Glipang bukanlah nama sebenarnya tarian tersebut..
“Awalnya nama tari tersebut “Gholiban” berasal dari Bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya sampai sekarang menjadi tradisi,” kata Parmo asal warga Pendil Kecamatan Banyuanyar.
“Awalnya nama tari tersebut “Gholiban” berasal dari Bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya sampai sekarang menjadi tradisi,” kata Parmo asal warga Pendil Kecamatan Banyuanyar.
Di ceritakan oleh Parmo,
Tari Glipang (Gholiban) tersebut dibawa oleh kakek buyutnya yang bernama Seno
atau lebih dikenal Sari Truno dari Desa Omben Kabupaten Sampang Madura.Sari
Truno membawa topeng Madura tersebut untuk menerapkan di Desa Pendil.
“Ternyata masyarakat Desa Pendil sangat agamis.Masyarakat menolak adanya topeng Madura tersebut.Karena didalamnya terdapat alat musik gamelan.Sehingga kakek saya merubahnya menjadi Raudlah yang artinya olahraga,” lanjut Parmo.
“Ternyata masyarakat Desa Pendil sangat agamis.Masyarakat menolak adanya topeng Madura tersebut.Karena didalamnya terdapat alat musik gamelan.Sehingga kakek saya merubahnya menjadi Raudlah yang artinya olahraga,” lanjut Parmo.
Sari Truno kemudian
mewariskan kebiasaan tersebut kepada putrinya yang bernama Asia atau yang biasa
dipanggil Bu Karto..Parmo yang saat itu masih berusia 9 tahun mencoba ikut
menekuninya. Tari Gholiban/Tari Glipang tersebut mempunyai 3 gerakan.Dimana
tiap-tiap gerakan tersebut mempunyai makna dan cerita pada saat diciptakan.
Pertama tari olah
keprajuritan atau yang biasa disebut dengan Tari Kiprah Glipang.Tari Kiprah
Glipang ini menggambarkan ketidakpuasan Sari Truno kepada para penjajah
Belanda.Dari rasa ketidakpuasan tersebut akhirnya menimbulkan napas besar.Tari
Kiprah Glipang ini sudah terkenal secara Internasional dan sudah mendapatkan
beberapa piagam perhargaan.
“Tari Kiprah Glipang pernah menjadi 10 besar tingkat nasional tahun 1995.Selain itu juga pernah datang ke Istana Presiden di Jakarta sebanyak 5 kali diantaranya waktu menyambut kedatangan Presiden Kamboja dan Presiden Pakistan.Saya juga pernah diundang ke Jakarta waktu peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke- 39,” tambah Parmo.
“Tari Kiprah Glipang pernah menjadi 10 besar tingkat nasional tahun 1995.Selain itu juga pernah datang ke Istana Presiden di Jakarta sebanyak 5 kali diantaranya waktu menyambut kedatangan Presiden Kamboja dan Presiden Pakistan.Saya juga pernah diundang ke Jakarta waktu peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke- 39,” tambah Parmo.
Tari Kiprah Glipang yang
telah diciptakan oleh Sari Truno benar-benar serasi dan sejiwa dengan pribadi
penciptanya.Jiwa Sari Truno y`ng sering bergolak melawan prajurit-prajurit
Belanda pada waktu itu diekspresikan melalui bentuk tari ini.
Kedua, Tari Papakan yang
mempunyai makna bertemunya seseorang setelah lama berpisah.”Waktu itu digambarkan
bertemunya Anjasmara dengan Damarwulan.Dimana waktu itu Damarwulan diutus untuk
membunuh Minakjinggo.Akhirnya Damarwulan berhasil dengan dibantu oleh 2 istri
Minakjinggo.Tapi sebelum bertemu Anjasmara, Damarwulan di hadang oleh Layang
Seto dan Layang Kumitir di Daerah Besuki,” jelas Parmo.
Ketiga, Tari Baris yang
menggambarkan para prajurit Majapahit yang berbaris ingin tahu daerah Jawa
Timur.”Waktu itu prajurit Majapahit tersebut berbaris di daerah Jabung untuk
mengetahui daerah Jawa Timur.Awalnya tari ini berawal dari badut, lawak, dan
kemudian berubah menjadi cerita rakyat,” terang Parmo.
Menurut Parmo yang menjadi latar belakang dirinya tetap eksis di Tari Glipang diantaranya ingin melestarikan budaya yang dibawa oleh kakek buyutnya Sari Truno.Selain itu kakeknya membawa topeng Madura tersebut dari Madura hanya dengan naik ikan Mongseng.Parmo juga ingin mengembangkan warisan kakek buyutnya kepada generasi muda terutama yang ada di Kabupaten Probolinggo.
Menurut Parmo yang menjadi latar belakang dirinya tetap eksis di Tari Glipang diantaranya ingin melestarikan budaya yang dibawa oleh kakek buyutnya Sari Truno.Selain itu kakeknya membawa topeng Madura tersebut dari Madura hanya dengan naik ikan Mongseng.Parmo juga ingin mengembangkan warisan kakek buyutnya kepada generasi muda terutama yang ada di Kabupaten Probolinggo.
“Untuk menghormati
perjuangan kakek buyut Sari Truno, saya dan keturunan saya akan tetap
melestarikannya sampai kapanpun.Apalagi waktu itu kakek saya rebutan topeng
tersebut dengan sesama orang Madura.Sehingga saya sampai 7 turunan tidak boleh
bertemu dengan saudara dari Madura.Kakek saya juga naik ikan Mongseng dari
Madura ke Jawa, sehingga 7 turunannya diharamkan untuk makan ikan Mongseng
tersebut,” imbuh Parmo
Tari Glipang adalah sebuah tari
rakyat yang merupakan bagian dari pada kesenian tradisional Kabupaten
Probolinggo. Tidak ada bedanya dengan tari Remo yaitu sebuah tari khas daerah
Jawa Timur yang merupakan bagian dari kesenian Ludruk. Parmo cucu pencipta Tari
Glipang mengatakan
Sejarah Tari Glipang
Tari Glipang lahir di desa Pendil,
Kecamatan Nanyanyar, 12 km di tenggara kota Probolinggo. Mata pencaharian
penduduknya adalah dagang dan tani berdarah Madura dan pemeluk agama Islam
patuh. Kesenian Glipang direvitalisasi dan dipopulerkan oleh seorang penduduk
desa Pendil bernama Saritruno, dimaksudkan sebagai sarana hiburan tahun 1935.
Nampaknya latar belakang sosial dari kehidupan Saritruno sangat berpengaruh
dalam seni ciptaannya yang bernama Glipang ini. Saritruno adalah pendatang dari
Pulau Madura, menetap di pantai utara Pulau Jawa (Jawa Timur) di desa Pendil,
tersebut. Mula-mula ia adalah mandor penebang tebu di pabrik gula Sebaung,
Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo. Karena sering terjadi pertentangan
dengan sinder-sinder Belanda yang sewenang-wenang tingkah lakunya, maka
Sarituno memilih berhenti bekerja di pabrik gula tersebut. Jiwa perlawanan
terhadap penjajah Belanda itu mempengaruhi kesenian Glipang ciptaannya, sebagai
ekspresi jiwanya tersebut.
Tari Gholiban/Tari
Glipang tersebut mempunyai 3 gerakan. Dimana tiap-tiap gerakan tersebut
mempunyai makna dan cerita pada saat diciptakan.
- Pertama, tari olah keprajuritan atau yang biasa disebut dengan Tari Kiprah Glipang. Tari Kiprah Glipang ini menggambarkan ketidakpuasan Saritruno kepada para penjajah Belanda. Dari rasa ketidakpuasan tersebut akhirnya menimbulkan napas besar. Tari Kiprah Glipang ini sudah terkenal secara Internasional dan sudah mendapatkan beberapa piagam perhargaan. Seperti pernah menjadi 10 besar tingkat nasional tahun 1995. Selain itu juga pernah datang ke Istana Presiden di Jakarta sebanyak 5 kali diantaranya waktu menyambut kedatangan Presiden Kamboja dan Presiden Pakistan. Tari Kiprah Glipang yang telah diciptakan oleh Saritruno benar-benar serasi dan sejiwa dengan pribadi penciptanya. Jiwa Saritruno yang sering bergolak melawan prajurit-prajurit Belanda pada waktu itu diekspresikan melalui bentuk tari ini. Kedua, Tari Papakan yang mempunyai makna bertemunya seseorang setelah lama berpisah.b Waktu itu digambarkan bertemunya Anjasmara dengan Damarwulan. Dimana waktu itu Damarwulan diutus untuk membunuh Minakjinggo. Akhirnya Damarwulan berhasil dengan dibantu oleh 2 istri Minakjinggo. Tapi sebelum bertemu Anjasmara, Damarwulan di hadang oleh Layang Seto dan Layang Kumitir di Daerah Besuki.
- Kedua, Tari Papakan yang mempunyai makna bertemunya seseorang setelah lama berpisah.b Waktu itu digambarkan bertemunya Anjasmara dengan Damarwulan. Dimana waktu itu Damarwulan diutus untuk membunuh Minakjinggo. Akhirnya Damarwulan berhasil dengan dibantu oleh 2 istri Minakjinggo. Tapi sebelum bertemu Anjasmara, Damarwulan di hadang oleh Layang Seto dan Layang Kumitir di Daerah Besuki. Ketiga, Tari Baris yang menggambarkan para prajurit Majapahit yang berbaris ingin tahu daerah Jawa Timur. Waktu itu prajurit Majapahit tersebut berbaris di daerah Jabung untuk mengetahui daerah Jawa Timur.Awalnya tari ini berawal dari badut, lawak, dan kemudian berubah menjadi cerita rakyat.
- Ketiga, Tari Baris yang menggambarkan para prajurit Majapahit yang berbaris ingin tahu daerah Jawa Timur. Waktu itu prajurit Majapahit tersebut berbaris di daerah Jabung untuk mengetahui daerah Jawa Timur.Awalnya tari ini berawal dari badut, lawak, dan kemudian berubah menjadi cerita rakyat.
Perkembangan Tari Glipang
Tari Glipang berasal dari kebiasaan
masyarakat. Kebiasaan yang sudah turun temurun tersebut akhirnya menjadi
tradisi. Dia menjelaskan, Glipang bukanlah nama sebenarnya tarian tersebut..
“Awalnya nama tari tersebut “Gholiban” berasal dari Bahasa Arab yang artinya
kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya sampai sekarang menjadi
tradisi,” kata Parmo asal warga Pendil Kecamatan Banyuanyar. Di ceritakan oleh
Parmo, Tari Glipang (Gholiban) tersebut dibawa oleh kakek buyutnya yang bernama
Seno atau lebih dikenal Sari Truno dari Desa Omben Kabupaten Sampang
Madura.Sari Truno membawa topeng Madura tersebut untuk menerapkan di Desa
Pendil. “Ternyata masyarakat Desa Pendil sangat agamis.Masyarakat menolak
adanya topeng Madura tersebut.Karena didalamnya terdapat alat musik
gamelan.Sehingga kakek saya merubahnya menjadi Raudlah yang artinya olahraga,”
lanjut Parmo. Sari Truno kemudian mewariskan kebiasaan tersebut kepada putrinya
yang bernama Asia atau yang biasa dipanggil Bu Karto..Parmo yang saat itu masih
berusia 9 tahun mencoba ikut menekuninya. Tari Gholiban/Tari Glipang tersebut
mempunyai 3 gerakan.Dimana tiap-tiap gerakan tersebut mempunyai makna dan
cerita pada saat diciptakan. Pertama tari olah keprajuritan atau yang biasa
disebut dengan Tari Kiprah Glipang.Tari Kiprah Glipang ini menggambarkan
ketidakpuasan Sari Truno kepada para penjajah Belanda.Dari rasa ketidakpuasan
tersebut akhirnya menimbulkan napas besar.Tari Kiprah Glipang ini sudah
terkenal secara Internasional dan sudah mendapatkan beberapa piagam perhargaan.
“Tari Kiprah Glipang pernah menjadi 10 besar tingkat nasional tahun 1995.Selain
itu juga pernah datang ke Istana Presiden di Jakarta sebanyak 5 kali
diantaranya waktu menyambut kedatangan Presiden Kamboja dan Presiden
Pakistan.Saya juga pernah diundang ke Jakarta waktu peringatan HUT Kemerdekaan
RI yang ke- 39,” tambah Parmo. Tari Kiprah Glipang yang telah diciptakan oleh
Sari Truno benar-benar serasi dan sejiwa dengan pribadi penciptanya.Jiwa Sari
Truno yang sering bergolak melawan prajurit-prajurit Belanda pada waktu itu
diekspresikan melalui bentuk tari ini. Kedua, Tari Papakan yang mempunyai makna
bertemunya seseorang setelah lama berpisah.”Waktu itu digambarkan bertemunya
Anjasmara dengan Damarwulan.Dimana waktu itu Damarwulan diutus untuk membunuh
Minakjinggo.Akhirnya Damarwulan berhasil dengan dibantu oleh 2 istri
Minakjinggo.Tapi sebelum bertemu Anjasmara, Damarwulan di hadang oleh Layang
Seto dan Layang Kumitir di Daerah Besuki,” jelas Parmo. Ketiga, Tari Baris yang
menggambarkan para prajurit Majapahit yang berbaris ingin tahu daerah Jawa
Timur.”Waktu itu prajurit Majapahit tersebut berbaris di daerah Jabung untuk
mengetahui daerah Jawa Timur.Awalnya tari ini berawal dari badut, lawak, dan
kemudian berubah menjadi cerita rakyat,” terang Parmo. Menurut Parmo yang
menjadi latar belakang dirinya tetap eksis di Tari Glipang diantaranya ingin
melestarikan budaya yang dibawa oleh kakek buyutnya Sari Truno.Selain itu
kakeknya membawa topeng Madura tersebut dari Madura hanya dengan naik ikan
Mongseng.Parmo juga ingin mengembangkan warisan kakek buyutnya kepada generasi
muda terutama yang ada di Kabupaten Probolinggo. “Untuk menghormati perjuangan
kakek buyut Sari Truno, saya dan keturunan saya akan tetap melestarikannya
sampai kapanpun.Apalagi waktu itu kakek saya rebutan topeng tersebut dengan
sesama orang Madura.Sehingga saya sampai 7 turunan tidak boleh bertemu dengan
saudara dari Madura.Kakek saya juga naik ikan Mongseng dari Madura ke Jawa,
sehingga 7 turunannya diharamkan untuk makan ikan Mongseng tersebut,” imbuh
Parmo
Pelaksanaan Tari Glipang
Gerakan Tari Glipang Tari Gholiban
atau Tari Glipang tersebut mempunyai 3 gerakan. Dimana tiap-tiap gerakan
tersebut mempunyaimakna dan cerita pada saat diciptakan. Berikut 3
gerakan-gerakan Tari Glipang: 1. Tari Olah Keprajuritan atau yang biasa disebut
dengan Tari Kiprah Glipang. Tari Kiprah Glipang ini menggambarkan ketidakpuasan
Sari Truno kepada para penjajah Belanda. Dari rasa ketidakpuasan tersebut
akhirnya menimbulkan nafas besar. Tari Kiprah Glipang ini sudah terkenal secara
Internasional dan sudah mendapatkan beberapa piagam penghargaan. Tari Kiprah
Glipang pernah menjadi 10 besar tingkat nasional tahun 1995. Selain itu juga
pernah datang ke Istana Presiden di Jakarta sebanyak 5 kali, diantaranya waktu
peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke-39, menyambut kedatangan Presiden Kamboja
dan Presiden Pakistan. Tari Kiprah Glipang yang telah diciptakan oleh Sari
Truno benar-benar serasi dan sejiwa dengan penciptanya. Jiwa Sari Truno yang
sering bergolak melawan prajurit-prajurit Belanda pada waktu itu diekspresikan
melalui tarian ini. 2. Tari Papakan yang mempunyai makna bertemunya seseorang
yang telah lama berpisah. Tarian itu menggambarkan bertemunya Anjasmara dengan
Damarwulan. Dimana waktu itu Damarwulan diutus untuk membunuh Minakjinggo.
Akhirnya Damarwulan berhasil dengan dibantu oleh 2 istri Minakjinggo. Tapi
sebelum bertemu Anjasmara, Damarwulan dihadang oleh Layang Seto dan Layang
Kumintir di daerah Besuki, Kabupaten Situbondo. 3. Tari Baris yang
menggambarkan para prajurit Majapahit yang berbaris ingin tahu daerah Jawa
Timur. Pada waktu itu prajurit Majapahit tersebut berbaris di daerah Jabung,
Kabupaten Probolinggo untuk mengetahui daerah Jawa Timur. Awalnya tarian ini
berawal dari badut, lawak, dan kemudian berubah menjadi cerita rakyat. Musik
Pengiring
Tari Glipang juga diiringi dengan
musik dan vokal, dimana antar pemain alat musik tersebut harus saling mengisi
dalam memainkannya agar tercipta musik yang dinamis dan menghasilkan variasi
suara.
Berikut alat-alat musik
yang di gunakan :
- Dua ketipung besar, yakni lake'an (laki-laki) dan bhine'an (perempuan) yang ditabuh dengan tingkah meningkah (saling mengisi). Ketipung lake'an berfungsi sebagai pemimpin dan memberikan tekanan-tekanan gerak.
- Satu jedhor, berfungsi untuk memberikan tekanan-tekanan tertentu untuk samelehnya (konstannya) irama.
- Tiga sampai lima terbang atau kecrek, berfungsi mengisi lagu dengan cara memberikan suara diantara deguban. Lagu yang dibawakan:
- Lagu Ayawaro, sebagai lagu pembukaan menjelang penyajian Tari Kiprah Glipang.
- Pantun berlagu bebas, dibawakan secara bergantian pada penyajian Tari Papakan.
Fungsi Kesenian Glipang
Dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Probolinggo, kesenian Glipang tetap semarak sebagai suatu jenis
kesenian yang digemari oleh rakyat. Kesenian Glipang sering ditampilkan pada
acara-acara resepsi, bersih desa, panen raya, hajatan keluarga dan sebagainya.
Jelaslah bahwa kesenian Glipang dapat dimanfaatkan sebagai suatu sosio drama,
untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan yang menjadi program pemerintah, untuk
menciptakan suasana persatuan dan kesatuan di kalangan rakyat, acara khusus dan
melestarikan warisan seni budaya yang memiliki nilai-nilai luhur.
No comments:
Post a Comment