Telaga warna dan Telaga Pengilon adalah
obyek wisata di Dieng yang paling diminati wisatawan, ternyata telaga tersebut
menyimpan sebuah legenda yang secara turun-temurun diceritakan warga di
kahyangan Dieng. Legenda Telaga Warna dan Telaga Pengilon Dieng adalah kisah
yang menarik untuk ditelisik, berikut kisahnya.
Alkisah, hidup seorang ratu yang terkenal di samudra luas sebagai penguasanya. Sang Ratu memiliki seorang putrid yang cantik telah tumbuh dewasa. Saat itu kecantikan sangat terkenal hingga suatu saat datanglah dua orang Kesatria muda berparas tampan yang bermaksud meminang Sang Ratu untuk dijadikan istri.
Pada saat itu, Ratu menjadi sangat bingung. Ia harus memilih salah satu di antara dua Ksatria tampan untuk dipilih menjadi menantunya. Di akhir kebingungannya, muncullah ide Sang Ratu untuk mengadakan sayembara membuat telaga. Siapa yang lebih cepat membuat telaganya, dialah yang boleh mempersunting puterinya.
Pada waktu yang telah ditentukan, dua kesatria tampan itu berlomba membuat telaga. Ternyata Kesatria pertama lebih sepat dalam membuat telaga Menjer dari pada Kesatria kedua yang membuat telaga pengilon. Oleh karena itu, kesatria pertama pun dinyatakan sebagai pemenang dan berhak menyunting puteri Ratu sebagai istrinya.
Waktu berjalan dan belum berselang dua hari mereka menikah, Ratu disertai puterinya berwisata ke Dieng. Saat mereka tiba di kawasan yang sekarang menjadi Cagar Alam serta menikmati keindahan panorama dan kemilaunya telaga Pengilon, maka saat pandangan Sang Ratu tertuju ke telaga Pengilon, ia begitu terkesan dan serta merta mencari informasi siapa gerangan pembuat telaga ini. Seperti diceritakan, pembuat tidak lain adalah kesatria kedua yang kalah dalam perlombaan.
Tak lama kemudian, Sang Ratu memanggil pengawalnya dan memerintahkan untuk menghadirkan menantunya, si Kesatria pertama, ke hadapannya. Begitu menantunya datang menghadap, Sang Ratu langsung bersabda: “Kamu saya batalkan menjadi menantu, dan kamu saya kutuk menjadi naga untuk menjaga samudra”. Kemudian posisi kesatria pertama sebagai menantu pun digantikan oleh kesatria yang kalah dalam lomba.
Mengapa Sang Ratu tidak teguh pendirian lalu berubah pikiran? Alkisah , saat menikmati indahnya telaga Pengilon, Sang Ratu dasn puterinya sangat terkesan. Dalam hati mereka membandingkan dengan telaga Menjer buatan kesatria pertama yang biarpun waktu pembuatannya lebih cepat, namun buatanya kasar. Airnya beriak/bergelombang. Ini menandakan bahwa sifat pembuatnya kurang baik. Sebaliknya, telaga Pengilon buatan kesatria kedua airnya jernih, berkilau-kilau, tenang, penuh kedamaian dan semua ini menandakan bahwa kesatria kedua pembuat telaga Pengilon ini memiliki sifat dan hati yang baik.
Karena sangat terkesan, lalu Sang Ratu dan puterinya pun mandi. Mereka menyangkutkan pakaiannya di pepohonan. Di tengah-tengah kesyikan mereka berkecimpung di dalam air yang sejuk, sekonyong-konyong datang angin kencang yang menerbangkan pakaian Sang Ratu dan putrinya yang berwarna-warni dsan terjatuh di bagian telaga yang lain. Sesaat air telaga itu berubah warnanya, lalu terciptalah telaga warna sebagai akibat jatuhnya pakaian Sang Ratu dan putrinya (“yang luntur”) ke dalam air telaga.
Alkisah, hidup seorang ratu yang terkenal di samudra luas sebagai penguasanya. Sang Ratu memiliki seorang putrid yang cantik telah tumbuh dewasa. Saat itu kecantikan sangat terkenal hingga suatu saat datanglah dua orang Kesatria muda berparas tampan yang bermaksud meminang Sang Ratu untuk dijadikan istri.
Pada saat itu, Ratu menjadi sangat bingung. Ia harus memilih salah satu di antara dua Ksatria tampan untuk dipilih menjadi menantunya. Di akhir kebingungannya, muncullah ide Sang Ratu untuk mengadakan sayembara membuat telaga. Siapa yang lebih cepat membuat telaganya, dialah yang boleh mempersunting puterinya.
Pada waktu yang telah ditentukan, dua kesatria tampan itu berlomba membuat telaga. Ternyata Kesatria pertama lebih sepat dalam membuat telaga Menjer dari pada Kesatria kedua yang membuat telaga pengilon. Oleh karena itu, kesatria pertama pun dinyatakan sebagai pemenang dan berhak menyunting puteri Ratu sebagai istrinya.
Waktu berjalan dan belum berselang dua hari mereka menikah, Ratu disertai puterinya berwisata ke Dieng. Saat mereka tiba di kawasan yang sekarang menjadi Cagar Alam serta menikmati keindahan panorama dan kemilaunya telaga Pengilon, maka saat pandangan Sang Ratu tertuju ke telaga Pengilon, ia begitu terkesan dan serta merta mencari informasi siapa gerangan pembuat telaga ini. Seperti diceritakan, pembuat tidak lain adalah kesatria kedua yang kalah dalam perlombaan.
Tak lama kemudian, Sang Ratu memanggil pengawalnya dan memerintahkan untuk menghadirkan menantunya, si Kesatria pertama, ke hadapannya. Begitu menantunya datang menghadap, Sang Ratu langsung bersabda: “Kamu saya batalkan menjadi menantu, dan kamu saya kutuk menjadi naga untuk menjaga samudra”. Kemudian posisi kesatria pertama sebagai menantu pun digantikan oleh kesatria yang kalah dalam lomba.
Mengapa Sang Ratu tidak teguh pendirian lalu berubah pikiran? Alkisah , saat menikmati indahnya telaga Pengilon, Sang Ratu dasn puterinya sangat terkesan. Dalam hati mereka membandingkan dengan telaga Menjer buatan kesatria pertama yang biarpun waktu pembuatannya lebih cepat, namun buatanya kasar. Airnya beriak/bergelombang. Ini menandakan bahwa sifat pembuatnya kurang baik. Sebaliknya, telaga Pengilon buatan kesatria kedua airnya jernih, berkilau-kilau, tenang, penuh kedamaian dan semua ini menandakan bahwa kesatria kedua pembuat telaga Pengilon ini memiliki sifat dan hati yang baik.
Karena sangat terkesan, lalu Sang Ratu dan puterinya pun mandi. Mereka menyangkutkan pakaiannya di pepohonan. Di tengah-tengah kesyikan mereka berkecimpung di dalam air yang sejuk, sekonyong-konyong datang angin kencang yang menerbangkan pakaian Sang Ratu dan putrinya yang berwarna-warni dsan terjatuh di bagian telaga yang lain. Sesaat air telaga itu berubah warnanya, lalu terciptalah telaga warna sebagai akibat jatuhnya pakaian Sang Ratu dan putrinya (“yang luntur”) ke dalam air telaga.
Telaga Warna Puncak,
Bogor adalah objek wisata alam yang terletak di kawasan perkebunan teh, Puncak,
Bogor. Telaga Warna yang berada di Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bogor ini terletak sekitar 200 meter sebelum rumah makan Rindu Alam setelah
Masjid At-Ta'awun. Bagi yang menggunakan kendaraan umum dari arah Bogor hanya
memerlukan waktu kurang lebih 45 menit dalam kondisi jalan yang normal tanpa
macet.
Dari sebelah kiri tepi jalan raya Puncak, jalan masuk menuju Telaga Warna memang agak tertutup oleh kios-kios sayuran dan buah. Dengan berjalan kaki melalui jalan setapak dapat ditempuh kurang lebih 10 menit. Sementara bagi yang menggunakan kendaraan pribadi dapat melalui jalan masuk yang berada setelah rumah makan Mel Rimba. Jalan berbatu ini terhubung sampai di depan loket masuk. Untuk hari biasa, wisatawan domestik hanya perlu merogoh kocek Rp. 5,000/orang sementara wisatawan mancanegara dikenakan Rp. 100,000/orang. Pada hari libur, wisatawan domestik dikenakan Rp. 7,500/orang dan wisatawan mancanegara Rp. 150,000/orang. Tarif ini belum termasuk kendaraan yang dibawa baik mobil atau motor.
Telaga Warna Puncak Pass Cisarua berbatasan dengan perkebunan teh Ciseureuh dan di sebelah barat dibatasi oleh areal perkebunan teh PTP VII Gunung Mas, tepatnya masuk Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dilatarbelakangi pegunungan yang menjulang tinggi menambah keindahan panorama alam yang ada. Sebelum ditetapkan sebagai kawasan taman wisata pada tahun 1972, kawasan Telaga Warna Puncak Pass Cisarua, Bogor, merupakan bagian dari kawasan Cagar Alam hutan Gunung Mega Mendung dan hutan Gunung Hambalang. Kawasan taman wisata ini menawarkan panorama alam yang masih asri dan telaga yang menawan sehingga wisatawan dapat menikmatinya dengan berjalan kaki atau mengelilingi danau menggunakan rakit atau perahu yang disewakan.
Keistimewaan lainnya,
di tempat ini dapat dijumpai beberapa jenis flora asli hutan tropika
pegunungan, seperti Puspa (Schima wallichii), Kihiur/Saninten (Castanopsis
argentea) dan Rasamala (Altingia excelsa) serta beberapa tanaman
tingkat rendah, antara lain Paku Tiang, Rame, dan Rotan. Sementara untuk
tanaman berbunga, menurut data yang tertulis pada papan informasi dapat
dijumpai Kantong Semar (Nephentes gymnamphora) dan Anggrek Kasut (Paphiopedilum
javanicum).
Wisatawan juga bisa menemui kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang banyak berkeliaran disekitar telaga. Mereka mempertunjukkan atraksi-atraksi kehidupan liar yang menarik untuk dilihat. Didalam hutan dari kawasan ini mungkin masih bisa ditemui primata Surili (Presbytis comata), Lutung (Trachypithecus auratus), dan Owa (Hylobatus moloch). Mamalia yang dapat ditemukan adalah Macan tutul (Panthera pardus) dan Kijang (Muntiacus muntjak). Sementara jenis burung yang masih sering nampak terbang di kawasan isi adalah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi). Terdapat juga Burung Hantu (Ottus angelinae).
Dari legenda yang ada, di kawasan Puncak ini tepatnya di Lereng Gunung Lemo, di pegunungan Megamendung, terdapat sebuah kerajaan bernama Kutatanggeuhan atau Kemuning Kemangi dengan rajanya yang bernama Prabu Sawarna Jaya. Pada suatu saat, puteri kerajaan yang bernama Gilang Rukmini memiliki keinginan agar setiap helai rambutnya dihiasi emas permata. Karena tidak terpenuhi, ia melempar perhiasan yang diberikan sang raja. Ketika perhiasan tersebut berjatuhan, pada saat yang bersamaan timbul keajaiban, bumi berguncang dan dari permukaan tanah keluar air yang semakin lama semakin deras, membesar dan membentuk sebuah telaga sehingga membenamkan kerajaan Kutatanggeuhan beserta isinya. Dari dasar telaga memancar sinar yang berwarna-warni. Dari saat itulah telaga ini dinamakan Telaga Warna.
Selain kisah Kerajaan Ketatanggeuhan, berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, dibalik keindahan panorama alam tersebut, terdapat nuansa mistik yang begitu kental. Sewaktu-waktu, kejadian langka kerap terjadi di danau ini. Misalnya air telaga yang tenang dan jernih itu, sering berubah-ubah warna tanpa sebab yang jelas.
Fenomena seperti itu
terus terjadi sampai sekarang, sehingga orang-orang menyebutnya Telaga Warna.
Karena keanehan itulah banyak orang yang kebetulan melihat air telaga berubah
warna, sering mengambil airnya untuk obat.
Selain itu, cerita
lain yang beredar adalah di dalam Telaga Warna, terdapat dua jenis ikan yang
hingga kini menjadi misteri. Ikan itu ukurannya besar. Yang berwarna hitam
diberi nama si Tihul dan yang kuning dinamakan si Layung. Namun, kedua ikan ini
tidak ada yang mengetahui mana yang betina dan mana yang jantannya. Mereka
jarang menampakkan diri. Menurut kepercayaan, barang siapa yang mampu melihat
ikan itu berenang dan meloncat ke permukaan air maka segala keinginannya akan
terkabul. Kabarnya, dua ikan ini sering berpindah-pindah. Sesekali sering
terlihat di sumber mata air Sarongge Cianjur, dan kali lain ada di sumber air
Ciburial, Bogor.
Legenda hanyalah
legenda. Namanya Telaga Warna, yang konon menampilkan permukaan telaga yang
berubah warna namun pada kenyataan aslinya air telaga ini berwarna hijau
kekuningan tertimpa cahaya matahari. Airnya tidak bening bahkan cenderung agak
keruh. Namun begitu masih bisa merefleksikan pohon, bukit, rakit bahkan langit
yang ada diatasnya. Meskipun tidak seindah yang dibayangkan, suasana di sekitar
telaga ini cukup tenang dan asri. Cocok sekali untuk refreshing
menghilangkan kepenatan rutinitas sehari-hari. Sebenarnya, jika beberapa guest
houses yang telah berdiri di samping telaga ini dapat dioperasikan dengan
tepat dan para pengunjungnya sadar akan mencintai alam tanpa merusaknya, akan
menambah kenyamanan dalam menikmati keindahan telaga ini.
Kita bisa melihat perilaku kera-kera ekor panjang yang berlompatan dari dahan ke dahan, berlarian kesana kemari yang memang banyak ditemukan di kawasan ini. Selain itu, pihak pengelola juga menawarkan kegiatan yang menantang adrenalin, Flying Fox yang jalurnya membelah Telaga Warna. Harga yang ditawarkan relatif terjangkau, Rp. 15,000/orang untuk sekali lintasan bagi wisatawan lokal, sementara untuk turis asing dikenakan Rp. 50,000/orang.
Ada juga paket yang ditawarkan untuk naik perahu/rakit, out bond dan pendidikan lingkungan hanya sebesar Rp. 50,000.
Panorama disekitar telaga memang indah karena dikelilingi oleh hutan dan kebun teh. Hanya sayangnya tidak dirawat dan dikelola dengan baik sehingga menjadikannya biasa saja. Sepertinya tiket masuk yang murah tidak cukup untuk menopang biaya perawatannya. Sampah yang berserakan terlihat di beberapa tempat di kawasan ini. Hal ini sangatlah merusak pemandangan. Para pengunjung dan penjaja makanan dikawasan ini dalam hal membuang sampah masih perlu disadarkan. Sementara itu, pihak pengelola pun dirasa perlu untuk menambahkan tempat sampah untuk diletakkan dibeberapa tempat.
Keindahan Telaga
Warna tak cukup diungkap kata-kata. Inilah danau yang indah. Dibalik itu,
ternyata Telaga Warna menyembunyikan sejarah dan cerita yang nyaris luput dari
perhatian.
Setelah menikmati indahnya Telaga Warna, kita dapat menikmati udara segar Puncak dari atas bukit perkebunan teh. Pengunjung dikenai biaya Rp. 4,000/orang. Diluar pembuktian biaya itu sah atau tidak, keindahan hamparan perkebunan teh dan udara yang segar dari atas bukit menambah perjalanan ini kian sempurna.
No comments:
Post a Comment