Kethek Ogleng Nawangan
(Cerita
Rakyat dari Kecamatan Nawangan, Pacitan)
Kethek (kera) adalah binatang yang hidup di hutan bersama binatang-binatang hutan yang lain. Kethek Ogleng adalah sebuah tari yang gerakannya menirukan tingkah laku kethek (kera). Tarian ini ditarikan oleh masyarakat Desa Tokawi Kecamatan Nawangan bertahun-tahun lamanya. Biasanya tarian ini dipentaskan pada waktu hajatan masyarakat setempat. Tarian Kethek Ogleng ini berasal dari sebuah cerita Kerajaan Jenggala dan Kediri.
Raja Jenggala mempunyai seorang putri bernama Dewi Sekartaji dan Kerajaan Kediri mempunyai seorang putra bernama Raden Panji Asmorobangun. Kedua insan ini saling mencintai dan bercita-cita ingin membangun kehidupan yang harmonis dalam sebuah keluarga. Hal ini membuat keduanya tidak dapat dipisahkan.
Namun, raja Jenggala, ayahanda Dewi Sekartaji, mempunyai keinginan untuk menikahkan Dewi Sekartaji dengan pria pilihannya. Ketika Dewi Sekartaji tahu akan dinikahkan dengan laki-laki pilihan ayahandanya-yang tentunya tidak dia cintai, dia diam-diam meninggalkan Kerajaan Jenggala tanpa sepengetahuan sang ayahanda dan seluruh orang di kerajaan. Malam hari, sang putri berangkat bersama beberapa dayang menuju ke arah barat.
Di Kerajaan Kediri, Panji Asmorobangun yang mendengar berita menghilangnya Dewi Sekartaji memutuskan untuk nekad mencari Dewi Sekartaji, sang kekasih. Di perjalanan, Panji Asmorobangun singgah di rumah seorang pendeta. Di sana Panji diberi wejangan agar pergi ke arah barat dan dia harus menyamar menjadi kera. Sedangkan di lain pihak, Dewi Sekartaji ternyata telah menyamar menjadi Endang Rara Tompe.
Setelah Endang Rara Tompe naik turun gunung, akhirnya rombongan Endang Rara Tompe, yang sebenarnya Dewi Sekartaji, beristirahat di suatu daerah dan memutuskan untuk menetap di sana. Ternyata kethek penjelmaan Panji Amorobangun juga tinggal tidak jauh dari pondok Endang Rara Tompe. Maka, bersahabatlah mereka berdua. Meski tinggal berdekatan dan bersahabat, Endang Rara Tompe belum mengetahui jika kethek yang menjadi sahabatnya adalah Panji Asmorobangun, sang kekasih, begitu juga dengan Panji Asmorobangun, dia tidak mengetahui jika Endang Rara Tompe adalah Dewi Sekartaji yang selama ini dia cari.
Setelah persahabatan antara Endang Rara Tompe dan kethek terjalin begitu kuatnya, mereka berdua membuka rahasia masing-masing. Endang Rara Tompe merubah bentuknya menjadi Dewi Sekartaji, begitu juga dengan kethek sahabat Endang Rara Tompe. Kethek tersebut merubah dirinya menjadi Raden Panji Asmorobangun. Perjumpaan antara Dewi Sekartaji dan Raden Panji Asmorobangun diliputi perasaan haru sekaligus bahagia. Akhirnya, Dewi Sekartaji dan Raden Panji Asmorobangun sepakat kembali ke kerajaan Jenggala untuk melangsungkan pernikahan.
Kethek (kera) adalah binatang yang hidup di hutan bersama binatang-binatang hutan yang lain. Kethek Ogleng adalah sebuah tari yang gerakannya menirukan tingkah laku kethek (kera). Tarian ini ditarikan oleh masyarakat Desa Tokawi Kecamatan Nawangan bertahun-tahun lamanya. Biasanya tarian ini dipentaskan pada waktu hajatan masyarakat setempat. Tarian Kethek Ogleng ini berasal dari sebuah cerita Kerajaan Jenggala dan Kediri.
Raja Jenggala mempunyai seorang putri bernama Dewi Sekartaji dan Kerajaan Kediri mempunyai seorang putra bernama Raden Panji Asmorobangun. Kedua insan ini saling mencintai dan bercita-cita ingin membangun kehidupan yang harmonis dalam sebuah keluarga. Hal ini membuat keduanya tidak dapat dipisahkan.
Namun, raja Jenggala, ayahanda Dewi Sekartaji, mempunyai keinginan untuk menikahkan Dewi Sekartaji dengan pria pilihannya. Ketika Dewi Sekartaji tahu akan dinikahkan dengan laki-laki pilihan ayahandanya-yang tentunya tidak dia cintai, dia diam-diam meninggalkan Kerajaan Jenggala tanpa sepengetahuan sang ayahanda dan seluruh orang di kerajaan. Malam hari, sang putri berangkat bersama beberapa dayang menuju ke arah barat.
Di Kerajaan Kediri, Panji Asmorobangun yang mendengar berita menghilangnya Dewi Sekartaji memutuskan untuk nekad mencari Dewi Sekartaji, sang kekasih. Di perjalanan, Panji Asmorobangun singgah di rumah seorang pendeta. Di sana Panji diberi wejangan agar pergi ke arah barat dan dia harus menyamar menjadi kera. Sedangkan di lain pihak, Dewi Sekartaji ternyata telah menyamar menjadi Endang Rara Tompe.
Setelah Endang Rara Tompe naik turun gunung, akhirnya rombongan Endang Rara Tompe, yang sebenarnya Dewi Sekartaji, beristirahat di suatu daerah dan memutuskan untuk menetap di sana. Ternyata kethek penjelmaan Panji Amorobangun juga tinggal tidak jauh dari pondok Endang Rara Tompe. Maka, bersahabatlah mereka berdua. Meski tinggal berdekatan dan bersahabat, Endang Rara Tompe belum mengetahui jika kethek yang menjadi sahabatnya adalah Panji Asmorobangun, sang kekasih, begitu juga dengan Panji Asmorobangun, dia tidak mengetahui jika Endang Rara Tompe adalah Dewi Sekartaji yang selama ini dia cari.
Setelah persahabatan antara Endang Rara Tompe dan kethek terjalin begitu kuatnya, mereka berdua membuka rahasia masing-masing. Endang Rara Tompe merubah bentuknya menjadi Dewi Sekartaji, begitu juga dengan kethek sahabat Endang Rara Tompe. Kethek tersebut merubah dirinya menjadi Raden Panji Asmorobangun. Perjumpaan antara Dewi Sekartaji dan Raden Panji Asmorobangun diliputi perasaan haru sekaligus bahagia. Akhirnya, Dewi Sekartaji dan Raden Panji Asmorobangun sepakat kembali ke kerajaan Jenggala untuk melangsungkan pernikahan.
Wonogiri merupakan salah kabupaten yang ada di Jawa tengah.
Kabupaten ini mempunyai pesawahan yang sangat luas dan tercatat memiliki
penduduk sebanyak kurang lebih 1.252.000,- jiwa. Secara sejarah kota ini
merupakan basis perjuangan Raden Mas Said atau Pangeran Mangkunegara I dan
wangsa Mataram ketika perang melawan para kompeni pada pertengahan abad ke-18.
Wilayah Wonogiri yang tandus dan berbukit, secara
kultural melahirkan beragam corak budaya yang bervariasi. Meskipun Wonogiri
terletak di daerah Jawa, namun Wonogiri tetap menunjukkan ciri khas dan keragamannya
sendiri lho! contohnya adalah kesenian Kethek Ogleng.
Kethek
Ogleng merupakan salah satu seni tari yang ada di Wonogiri. Kalian yang mempunyai latar belakang Jawa mayoritas
pasti tahu arti dari Kethek itu sendiri. Ya, dalam bahasa Jawa, Kethek
berarti seekor kera sedangkan Ogleng sendiri berarti suara sarun
demung (sarun besar) yang sebagian orang menyebutnya gleng.
Tarian
ini merupakan sebuah tarian yang mana pemainnya harus menirukan gerakan-gerakan
seekor kera atau kethek. Ketika si penari melakukan aksinya, ia akan
diiringi oleh iringan Gending Gangsaran Pancer salah satu vokabuler
gending Jawa yang dari kejauhan
terdengar seperti bunyi, ogleng... ogleng... ogleng...
Dan hal
tersebut merupakan salah satu alasan mengapa tarian ini dinamakan Kethek
Ogleng! Memang tari dan musik adalah satu kesatuan dalam tarian. Begitu
pula Kethek ogleng, kesenian ini terlihat menarik jika penari melakukan gerakan
yang selaras dengan musik yang dimainkan.
Kethek oglengpun memiliki keunikannya sendiri.
Keunikan yang ada dalam kesenian ini adalah tidak adanya gerakan gerakan khusus
yang dibakukan untuk pembelajaran tari. Ketika Si Penari yang memerankan Kethek ini
beraksi, ia cukup melakukan gerakan-gerakan yang selayaknya dilakukan oleh
seekor kera. Tarian ini tidaklah kaku namun sangat atraktif dan akrobatik. Di
samping itu, dalam sebuah sesi, si Kethek akan melakukan interaksi
dengan para penonton dengan cara mengajaknya menari, bercanda, dll.
Tahun
berdirinya kesenian Kethek Ogleng tidak diketahui secara pasti. Namun, ketika
masyarakat Wonogiri mendengar Kethek Ogleng maka mereka pasti teringat kepada
seseorang yang sangat berpengaruh terhadap kesenian unik ini. Siapakah dia?
Sosok
tersebut merupakan almarhum Mbah Samijo. Mbah Samijo seorang warga desa
Tempusari kecamatan Sidoharjo yang merupakan penari Kethek pertama yang ada di
Wonogiri. seperti yang dituturkan oleh Sukijo, murid beliau serta penerus
kesenian ini sampai sekarang.
Tahun berdiri kesenian ini memang tidak diketahui
secara pasti. Namun, dimungkinkan kesenian ini adalah hasil rembesan dari Jawa
Timur. Hal ini dapat dilihat dari geografis Wonogiri yang berbatasan dengan
Jawa Timur serta kisah yang disajikan dalam Kethek Ogleng yakni cerita Panji
Dalam
pementasan Kethek Ogleng, para pemain mengisahkan tentang kisah cinta Dewi
Sekartaji dan Panji Asmoro Bangun. Pada suatu hari, Dewi Sekartaji mendengar
bahwa ayahnya akan menjodohkannya dengan seorang pangeran dari kerajaan lain.
Mendengar hal tersebut Dewi Sekartaji memutuskan untuk melarikan diri dari kerajaan.
Lalu, seketika itu juga Panji Asmoro Bangun pergi mengembara untuk mencari
calon istrinya tersebut dengan menyamar sebagai Kethek agar tidak diketahui
oleh ayah Dewi Sekartaji.
Demi kelestarian budaya nusantara, para ahli yang
berkecimpung di kesenian Kethek Ogleng ini mulai mengenalkan dan mengajarkan
Kethek Ogleng di sekolah-sekolah juga sanggar. Kethek Ogleng yang diajarkan
pada mereka merupakan Kethek Ogleng yang modern yaitu Kethek Ogleng yang tidak
mengandung unsur magic. Untuk Kethek Ogleng tradisional hanya diajarkan
dengan cara khusus dan orang tertentu. Karena cara tradisional membutuhkan
pelatihan dan ritual khusus demi penguatan karakter pada penyajian Kethek
Ogleng sendiri.
No comments:
Post a Comment