Saturday, July 9, 2016

Kesenian Batik


Batik (atau kata Batik) berasal dari bahasa Jawa "amba" yang berarti menulis dan "titik". Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan "malam" (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam Bahasa Inggrisnya "wax-resist dyeing".
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada dan memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama.
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.
Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Selain di Asia, batik juga sangat populer di beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa.

SEJARAH BATIK
Kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.
Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.
Jadi secara historis batik berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.

CARA PEMBUATAN BATIK
Pada awalnya batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin.

JENIS BATIK
• Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
• Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.

BATIK SOLO DAN YOGYAKARTA
Dari kerjaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan 19, batik kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekadar hobi dari para keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, pleh masyarakat batik dikembangkan menjadi komoditi perdagamgan.
Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluruh”.
Sedangkan asal-usul pembatikan didaerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan raj any a Panembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah didesa Plered. Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada trap pertama pada keluarga kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan keluarga kraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombonasi batik dan lurik. Oleh karena kerajaan ini mendapat kunjungan dari rakyat dan rakyat tertarik pada pakaian-pakaian yang dipakai oleh keluarga kraton dan ditiru oleh rakyat dan akhirnya meluaslah pembatikan keluar dari tembok kraton.
Akibat dari peperangan waktu zaman dahulu baik antara keluarga raja-raja maupun antara penjajahan Belanda dahulu, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap didaerah-daerah baru antara lain ke Banyumas, Pekalongan, dan kedaerah Timur Ponorogo, Tulungagung dan sebagainy a. Meluasny a daerah pembatikan ini sampai kedaerah-daerah itu menurut perkembangan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dimulai abad ke-18. Keluarga-keluarga kraton yang mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan seluruh pelosok pulau Jawa yang ada sekarang dan berkembang menurut alam dan daerah baru itu.
Perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda, mendesak sang pangeran dan keluarganya serta para pengikutnya harus meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikut pangeran Diponegoro mengembangkan batik.
Ke Timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulung Agung. Selain itu juga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkem-bang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon.


BATIK PEKALONGAN

Batik Pekalongan termasuk batik pesisir yang paling kaya akan warna. Sebagaimana ciri khas batik pesisir, ragam hiasnya biasanya bersifat naturalis. Jika dibanding dengan batik pesisir lainnya Batik Pekalongan ini sangat dipengaruhi pendatang keturunan China dan Belanda. Motif Batik Pekalongan sangat bebas, dan menarik, meskipun motifnya terkadang sama dengan batik Solo atau Yogya, seringkali dimodifikasi dengan variasi warna yang atraktif. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai hingga 8 warna yang berani, dan kombinasi yang dinamis. Motif yang paling populer di dan terkenal dari pekalongan adalah motif batik Jlamprang.
Batik Pekalongan banyak dipasarkan hingga ke daerah luar jawa, diantaranya Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Minahasa, hingga Makassar. Biasanya pedagang batik di daerah ini memesan motif yang sesuai dengan selera dan adat daerah masing-masing.
Keistimewaan Batik Pekalongan adalah, para pembatiknya selalu mengikuti perkembangan jaman . Misalnya pada waktu penjajahan Jepang, maka lahir batik dengan nama’Batik Jawa Hokokai’,yaitu batik dengan motif dan warna yang mirip kimono Jepang. Pada umumnya batik jawa hokokai ini merupakan batik pagi-sore. Pada tahun enampuluhan juga diciptakan batik dengan nama tritura. Bahkan pada tahun 2005, sesaat setelah presiden SBY diangkat muncul batik dengan motif ‘SBY’ yaitu motif batik yang mirip dengan kain tenun ikat atau songket. Motif yang cukup populer akhir-akhir ini adalah motif Tsunami. Warga Pekalongan, khususnya para pengrajin batiknya memang tidak pernah kehabisan ide untuk membuat kreasi motif batik.
Bahkan sekarang ini perkembangan batik pekalongan makin meluas dengan diadakannya event PEKAN BATIK INTERNASIONAL yang sudah 2 kali terselenggara di kota tersebut.

Sebagai warga negara Indonesia, hendaknya kita mengenal seluk beluk dari kebudayaan batik yang sudah bangsa kita miliki. Kebudayaan dan kesenian batik perlu kita lestarikan agar kebudayaan tersebut tidak punah atau bahkan diakui oleh negara lain
  • Sejarah Batik di Indonesia
       Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.

        Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.

        Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

        Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

        Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.

        Jaman MajapahitBatik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.

        Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.

  • Sejarah Batik Pekalongan
       Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.

       Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.

       Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

       Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.

  • Batik Pekalongan, antara Masa Lampau dan Kini
       BATIK pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.

       Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.

       Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.

       Gagal melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi mendatang lewat buku sejarah.

       Ketika itu, pola kerja tukang batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik.

       ZAMAN telah berubah. Pekerja batik di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.

       Apa yang dihadapi industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah.

            Persoalan itu, antara lain, berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga j           ual pro duk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia.

       Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.













Batik Pekalongan sudah ada sejak sekitar tahun 1800. Namun, perkembangan secara signifikan baru terjadi setelah Perang Diponegoro atau juga disebut Perang Jawa (1825-1830) di kerajaan Mataram. Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan bangsa Cina, Belanda, Arab, India, Melayu, dan Jepang pada masa lampau telah mewarnai kasanah perbatikan di Pekalongan, baik motif maupun tat warnanya.

Batik Jlamprang diilhami dari India dan Arab. Batik Encim dan Klengenan dipengaruhi dari peranakan Cina. Batik Pagi Sore diilhami dari Belanda dan Batik Hokokai diilhami dari Jepang.


Batik Semarangan
Mungkin, banyak orang tidak membayangkan kalau Semarang juga termasuk Kota Batik. Batik dari kota Semarang ini dikenal dengan batik Semarangan. Sejalan dengan perkembangan jaman, nilai estetis ekonomis melangkah beriringan, terlebih lagi masyarakat meliik ke batik karena mempunyai fungsi rekreatif dan edukatif, terlebih untuk mengukuhkan jati diri.

Salah satu batik yang bergaya kontemporer dan memiliki motif-motif unik adalah batik Semarangan. Varian dari batik semarangan berasal dari pesisiran. Batik Semarang pernah berjaya pada abad ke 18 dan 19, yang kemudian disebut juga batik kolonial, karena motifnya yang terlihat didominasi pengaruh Belanda, tetumbuhan dan sarung kepala pasung, atau kepala tumpal, pucuk rebung atau sorotan, dan motif-motif ini didominasi warna cokelat dan hitam.

Sebelum dipengaruhi Belanda, Batik Semarang kebanyakan didominasi keturunan Tionghoa, batiknya bercirikan warna merah, berhiaskan bunga teratai ataupun burung merak, burung merak ini sebagai pengganti burung Hong atau Phonix, namun gaya batik seperti ini sudah tidak ada lagi tanpa diketahui sebabnya.

Motif unik lainnya adalah Blekok Srondol (blekok adalah burung yang biasa hidup di sawah), sedangkan srondol adalah nama daerah yang menjadi habitat burung blekok tersebut. Ada juga motif Cheng Ho Neng Klenteng, tergambr panglima Cheng Ho yang berlatar belakang klenteng yang melambangkan kehadiran budaya Cina di Semarang.
TENUN TROSO JEPARA
Desa Troso Kecamatan Pecangaan Kaupaten Jepara adalah merupakan sentra kerajinan Tenun Ikat dan merupakan produk unggulan Kabupaten Jepara setelah industri mebel. Desa ini terletak sekitar 15 Km arah Tenggara Kota Jepara.
Banyaknya pengerajin yang berkebang saat ini mennjadikan Troso semakin dikenal luas sebagai clastre home industry kain ATBM ( alat tenun bujkan mesin ). Sesuai dengan perkembangan pasar, permintaan terhadap produk Tenun Ikat Troso pun semakin berkembang mengikuti permintaan konsumen. Motif khas yang bernuansa etnis, tradisional, klasik, dan unik pun masih dipertahankan disamping motif kontemporer modern. Produk yang dihasilkan antara lain Kain Sutra, Sajadah, Bed Cover, Blangket, Sarung, Kain, Mersis (bahan Baju dan Rok), Place met, Taplak Meja dan produk-produk menarik lainnya.
Perkembangan industri tenun ini telah mencapai 238 unit usaha dan meyerap tenaga keja sebanyak 4.210 orang pada tahun 2005 dengan nilai investasi lebih dari Rp. 1 Milyar. Produksi hingga saat ini telah  mencapai sekitar Rp. 54,5 Milyar.
Industri tenun ini menghabiskan bahan baku sekitar 1.326 ton per tahun dengan nilai bahan baku sekitar Rp. 65,2 Milyar. Bahan baku yang sering dipakai antara lain katun, viskos, sutra alam, serat nanas, rayon,pewarna, rafia. Permasalahan saat ini adalah terbatasnya ketersediaan bahan baku terutama sutra alam. Keterampilan membuat Tenun Ikat sudah dimiliki oleh warga Desa Troso sejak tahun 1935, jauh sebelum kemerdekaan RI. Bermula dari alat Tenun Gedog warisan turun-temurun kemudian sekitar tahun 1943 mulai berkembang alat Tenun Pancal dan kemudian pada tahun 1946 beralih menjadi Alat Tenun Bukan Mesin (ATMB) hingga sekarang. Setelah Tenun Troso berkembang serta menjanjikan prospek yang cerah bagi para pengerajin dan pengusaha, Tenun kemudian bukan hanya menjadi monopoli masyarakat Desa Troso, tetapi juga mulai merambah desa sekitarnya, yaitu Desa Sowan Lor dan Desa Pecangaan Kulon, sehingga produksi bahan sandang ini semakin meningkat. Apalagi masuknya inovasi baru berupa desain-desain baru dari perancang mode yang mudah diserap oleh para pengrajin,membuat Tenun Troso melejit
mengungguli tenun ikat daerah lain. Namun sebelum sampai kondisi seperti sekarang ini, dalam setiap kesempatan para pengusaha Tenun Troso senantiasa diajak dan didorong untuk mengikuti berbagai macam pameran, baik yang dilakukan didalam maupu diluar negeri. Setelah serangkaian pameran yang disertai upaya peningkatan kualitas sesuai dengan permintaan pasar, industri ini semakin dikenal, bukan saja didalam negeri tetapi telah mulai menyibak pintu pasar internasional. Memang untuk merambah pasar internasional ini para pengusha masih mengandalkan pintu pasar Bali, dan beberapa Kota seperti Jogjakarta, Jakarta,Solo dan Pekalongan. Bahkan sebagian desar produk Tenun Ikat Bali yang diekpor adalah buah tangan masyarakat Desa Troso. Pasar ekspor yang sudah ditembus adalah Amerika,Jepang, Eropa, Singapura, dan Afrika malalui pihak ketiga. Disamping itu peningkatan teknologi produksi dan
finishing Tenun Ikat juga terus dilakukan, dengan disertai pemantapan program Bapak angkat dan kemitraan melalui peran serta Koperasi Kerajinan Industri Rakyat (KOPINRA) yang tergabung dalam kelompok Perajin Sentra Tenun Ikat Desa Troso Kecamatan Pecangaan, Jepara. Angin segar dari Gubernur Jawa Tengah dan Bupati Jepara melalui pemakaian Seragam hasil produksi lokal bagi PNS dilingkungan Penerintah Kabupaten Jepara dan Propinsi Jawa Tengah Setiap hari Kamis dan Sabtu juga turut membawa para pengusaha Tenun Troso ini meraih kesuksesan.(saf)

No comments:

Post a Comment