Monday, July 11, 2016

PESONA AESAN GEDE




Pakaian adat Sumatera Selatan sangat terkenal dengan sebutan Aesan gede yang melambangkan kebesaran, dan pakaian Aesan paksangko yang melambangkan keanggunan masyarakat Sumatera Selatan. Pakaian adat ini biasanya hanya digunakan saat upacara adat perkawinan.

Dengan pemahaman bahwa upacara perkawinan ini merupakan upacara besar. Maka dengan menggunakan Aesan Gede atau Aesan Paksangko sebagai kostum pengantin memiliki makna sesuatu yang sangat anggun, karena kedua pengantin bagaikan raja dan ratu.

Pembeda antara corak Aesan Gede dan Aesan Paksongko, jika dirinci sebagai berikut; gaya Aesan Gede berwarna merah jambu dipadu dengan warna keemasan. Kedua warna tersebut diyakini sebagai cerminan keagungan para bangsawan Sriwijaya. Apalagi dengan gemerlap perhiasan pelengkap serta mahkota Aesan Gede, bungo cempako, kembang goyang, dan kelapo standan. Lalu dipadukan dengan baju dodot serta kain songket lepus bermotif napan perak.

Pada Aesan Paksangkong. Bagi laki-laki menggunakan songket lepus bersulam emas, jubah motif tabor bunga emas, selempang songket, seluar,  serta songkok emeas menghias kepala. Dan bagi perempuan menggunakan teratai penutup dada, baju kurung warna merah ningrat bertabur bunga bintang keemasan, kain songket lepus bersulam emas, serta hiasan kepala berupa mahkota Aesan Paksangkong. Tak ketinggalan pula pernak-pernik penghias baju seperti perhiasan bercitrakan keemasan, kelapo standan, kembang goyang, serta kembang kenango.
PESONA AESAN GEDE, PESONA BUDAYA INDONESIA
            Dari tradisi lisan yang tertutur dalam bahasa daerah, alunan melodi yang memikat dalam lagu – lagu daerah, hingga kemilau busana adat khas Palembang yang disandang merupakan cerminan dari pesona budaya Indonesia.
Dalam adat Palembang, terdapat 2 busana kebesaran yaitu Aesan Gede dan Aesan Pak Sangko. Aesan Pak Sangko digunakan oleh bangsawan diluar dinding keraton yang biasanya digunakan keluarga pembesar (datu, pesirah dan demang), sedangkan untuk kerabat raja atau bangsawan didalam keraton, menggunakan Aesan Gede pada zaman dahulu. 
Pesona Aesan Gede Bumi Sriwijaya milik wong kito galo ini mampu membius dunia akan ketegasan warna, keindahan pernak - perniknya, hingga keselarasan  untaian benang dalam halusnya lembaran kain songket yang kuat mampu mengalihkan mata dunia. Gemerlap perhiasan dengan warna terang seperti kuning keemasan, akan menjadi perhatian orang – orang yang melihatnya. Busana Aesan Gede merupakan simbolisasi dari identitas diri masyarakat Palembang. Aesan Gede pada awalnya merupakan busana yang dikenakan di masa kejayaan Bumi Sriwijaya pada masa kejayaan Sriwijaya yang kemudian diadopsi kedalam busana kebanggaan kesultanan Palembang pada abad ke - 16 hingga pertengahan abad ke – 19. Mulanya busana elite ini hanya dipakai oleh para putri – putri kerajaan serta para raja dan bangsawan kesultanan, bukan rakyat biasa. Sebagaimana namanya, Aesan Gede yang berarti besar, merupakan baju Raja Sriwijaya yang kemudian berkembang  dari masa ke masa sebagai baju adat masyarakat Palembang dan bisa dipakai oleh rakyat  biasa. Selain itu, busana mahal yang berlapis benang emas nan cantik ini juga menjadi busana yang dipakai dalam tarian adat asli Palembang, Gending Sriwijaya. Walaupun di kemudian hari busana ini bisa dipakai oleh rakyat biasa, namun keindahan busana Aesan Gede tidak terbantahkan, busana ini tetap mencitrakan keanggunan dan keagungan sosok bangsawan.
Busana adat Aesan Gede berwarna merah berpadu dengan warna keemasan ini semakin mempesona dengan taburan emas di mahkota Aesan Gede berupa bungo cempako (bunga cempaka), kembang goyang, dan kelapo stadan (kelapa satu tadan).  Belum lagi pesona kain songket yang menambah anggunnya busana wong kito galo ini. Beberapa kain songket khas Palembang antara lain Songket Nago Bersarang, Songket Kain Cantik Manis, Songket Kain Bunga Cina Hijau, Songket Bintang Bertabur, Songket Bungo Intan Lamo, Songket Nampah Pecak, dan Songket Bunga Pacar. Setiap wilayah di Palembang memiliki ciri dan keistimewaan sendiri yang mewakili identitas masyarakat setempat. Sudah menjadi rahasia umum apabila dibalik kerumitan busana adat khas daerah – daerah di Indonesia tersebut, selain menarik, indah, dan penuh pesona, busana daerah tersebut juga memiliki makna simbolisasi tertentu.
Berikut sedikit uraian tentang busana adat Palembang :
Busana Wanita
Nama Busana : Baju kooroong dan sewet sarong.
Susunan Busana:
1.      Baju Kooroong, merupakan baju adat yang biasanya dipakai wanita Palembang berupa baju kurung yang terbuat dari kain belacu warna merah bertabur motif bunga bintang keemasan.
2.      Songket, merupakan kain tenun khas Palembang yang menjadi kebanggaan Palembang. Kain songket lepus misalnya, biasa dipakai sebagai penutup dada. Kain tersebut didodot atau dibentuk seperti kipas, papah jajar atau belah rebung lepus yang berupa songket jantung dan terbuat dari tenunan benang emas. Untuk busana bagian bawah mereka biasa menggunakan sewet sarong atau kain songket yang biasanya mempunyai ciri khas kaya akan motif, motif yang sering dijumpai adalah motif bunga tanjung, bunga mawar dan bunga manggis. Motif bunga itu sendiri mempunyai arti masing-masing yakni, bunga mawar berarti penawar mala petaka, bunga melati merupakan lambang kesucian dan sopan santun pemakainya dan bunga tanjung menandakan keramahtamahan.Warna khas songket Palembang asli biasanya berintikan tiga warna utama yaitu, warna hitam keabu-abuan, merah hati ayam, dan warna kuning emas.
3.      Pelengkap Busana
a.      Tutup Kepala (koodong)
Bagi wanita yang sudah menikah atau sudah tua, biasanya memakai selendang sebagai tutup kepala yang disebut koodong (kerudung), namun pada Th.1942 kerudung ini sudah tidak dipakai lagi dan mengalami perubahan fungsi sebagai tudung saji/tutup makanan. Selendang tersebut biasanya diberi rumbai-rumabai. Namun sekarang, dalam perkembangannya, baju Aesan Gede misalnya, menggunakan mahkota kepala yang bernama Kasuhun tersusun atas beberapa elemen antara lain sisir / kam, komering ilir, tusuk soeal berbunga menghadap ke belakang, kembang goyang beringin atau tanjung, cempako limo, sanggul malang di belakang, sumping, dan anting bulan bintang di telinga.
b.      Ikat Pinggang.
Ikat pinggang yang digunakan sejenis pending yang disebut badong atau angkin. Tetapi saat ini jenis ikat pinggang tersebut sudah jarang dikenakan. Sebagai penggantinya dipakai stagen (kain kecil yang sangat panjang dikenakan melilit perut) dan pada Aesan Gede ikat pinggang yang dikenakan adalah ikat pinggang berwarna emas bernama Pending.


c.       Alas Kaki
Alas kaki yang digunakan disebut dengan terompah atau trompah dengan sulaman klinkan bagi orang yang sudah tua, dan untuk orang muda mengenakan cenela / selop tungkak tinggi (sandal bertumit tinggi).
4.      Tata Rias, tatanan rambut yang disanggul gelung malang dipadukan dengan mahkota Aesan Gede, bungo tusuk cempako, tusuk teratai/kembang goyang, dan untaian daun pandan (kembang ure) merefleksikan keagungan putrid - putri kerajaan Sriwijaya beberapa ratus tahun silam.


No comments:

Post a Comment