Ondel-ondel merupakan hasil dari
kebudayaan Betawi yang berupa boneka besar yang tingginya mencapai sekitar ±
2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, boneka ini dibuat dari anyaman bambu yang
dibuat agar dapat dipikul dari dalam oleh orang yang membawanya. Boneka
tersebut dipakai dan dimainkan oleh orang yang membawanya. Pada wajahnya berupa
topeng atau kedok yang dipakaikan ke anyaman bamboo tersebut, dengan kepala
yang diberi rambut dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya di
cat dengan warna merah, sedangkan yang perempuan dicat dengan warna putih.
Jenis pertunjukan ini diduga sudah
ada sebelum tersebarnya agama Islam di pulau Jawa dan juga terdapat di berbagai
daerah dengan pertunjukkan yang sejenis. Di Pasundan dikenal dengan sebutan
Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, sedangkan di Bali dikenal
dengan nama Barong Landung.
Awal mulanya pertunjukan ondel-ondel
ini berfungsi sebagai penolak bala dari gangguan roh halus yang mengganggu.
Namun semakin lama tradisi tersebut berubah menjadi hal yang sangat bagus untuk
dipertontonkan, dan kebanyakan acara tersebut kini di adakan pada acara
penyambutan tamu terhormat, dan untuk menyemarakkan pesta-pesta rakyat serta
peresmian gedung yang baru selesai dibangun.
Disamping
untuk memeriahkan arak-arakan pada masa yang lalu biasa pula mengadakan
pertunjukan keliling, “Ngamen”. Terutama pada perayaan-perayaan Tahun Baru,
baik masehi maupun Imlek. Sasaran pada perayaan Tahun Baru Masehi daerah
Menteng, yang banyak dihuni orang-orang Kristen.Pendukung utama kesenian
ondel-ondel petani yang termasuk “abangan”, khususnya yang terdapat di daerah
pinggiran kota Jakarta dan sekitarnya.
Musik yang
mengiringi ondel-ondel tidak tertentu, tergantug dari asing-masing rombongan.
Ada yang diiringi tanjidor, seperti rombongan ondel-ondel pimpian Gejen,
kampong setu. Ada yang diiringi dengan pencak Betawi seperti rombongan
“Beringin Sakti” pimpinan Duloh, sekarag pimpinan Yasin, dari Rawasari. Adapula
yang diirig Bende, “Kemes”, Ningnong dan Rebana ketimpring, seperti rombogan
ondel-ondel pimpinan Lamoh, Kalideres. Ondel-ondel betawi tersebut pada
dasarnya masih tetap bertahan dan menjadi penghias di wajah kota metropolitan
Jakarta.
Ondel-ondel adalah kesenian khas Betawi yang ada sejak zaman
leluhur nenek moyang. Dahulu ondel-ondel dianggap sebagai boneka penolak bala yang dikeramatkan. Namun sekarang ondel-ondel berubah fungsi
menjadi ”alat pencari uang”. Sebelumnya ondel-ondel dipakai untuk acara- acara penting seperti penyambutan tamu agung,
acara sunatan, atau acara penting lainnya. ”Pengamen ondel-ondel” mencari nafkah dengan mengarak ondel-ondel dari kampung ke
kampung, mereka berupa sekumpulan orang dari berbagai golongan usia mulai dari
anak-anak hingga dewasa. Pengamen ondel-ondel ini biasanya
orang Betawi asli. Pergeseran fungsi ondel- ondel itu sendiri akan dibahas dalam tulisan ini.
Sejarah Ondel Ondel
Jakarta memang punya daya
pesona luar biasa. Betapa tidak, kedudukannya sebagai ibukota negara telah memacu perkernbangannya menjadi pusat pemerintahan, pusat
perdagangan, pusat perindustrian, dan pusat kebudayaan. Jakarta menjadi muara
mengalirnya pendatang baru dari penjuru nusantara juga mancanegara. Unsur seni budaya yang beranekaragam yang dibawa serta oleh
para pendatang itu menjadikan wajah Jakarta semakin memukau. Bagaikan sebuah etalase yang memampangkan
keindahan, Jakarta adalah ratna manikam yang gemerlapan. lbarat pintu gerbang
yang megah menjulang Jakarta telah menyerap ribuan pengunjung dari luar dan
kemudian bermukim sebagai penghuni tetap.
Lebih dari empat abad
lamanya arus pendatang dari luar itu terus mengalir ke Jakarta tanpa
henti-hentinya. Bahkan sampai detik inipun kian hari tampak semakin deras,
sehingga menambah kepadatan kota. Pada awal pertumbuhannya Jakarta dihuni oleh
orang-orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Melayu, dan dari beberapa daerah
lainnya, di samping orang-orang Cina, Belanda, Arab, dan lain-lain, dengan
sebab dan tujuan masing- masing. Mereka membawa serta adat-istiadat dan tradisi
budayanya sendiri Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar penduduk,
adalah bahasa Melayu dan bahasa Portugis Kreol, pengaruh orang-orang Portugis
yang lebih dari satu abad malang melintang berniaga sambil menyebarkan
kekuasaanya di Nusantara.
Di Jakarta dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi pembauran antar suku
bangsa, bahkan antar bangsa, dan lambat laun keturunannya masing- masing
kehilangan ciri-ciri budaya asainya. Akhirnya sernua unsur itu luluh lebur
menjadi sebuah kelompok etnis baru yang kemudian Betawi etnis baru yang kemudian
dikenal dengan sebutan masyarakat Betawi.
Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri
budayanya yang makin lama semakin mantap sehingga mudah dibedakan dengan
kelompok etnis lain. Namun bila dikaji pada permukaan wajahnya sering tampak
unsur-unsur kebudayaan yang menjadi sumber asalnya.
Jadi tidaklah mustahil bila bentuk kesenian Betawi itu sering menunjukkan
persarnaan dengan kesenian daerah atau kesenian bangsa lain.Bagi masyarakat
Betawi sendiri segala yang tumbuh dan berkembang di tengah kehidupan seni
budayanya dirasakan sebagai miliknya sendiri seutuhnya, tanpa mempermasalahkan
dari mana asal unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaannya itu. Demikian
pulalah sikap terhadap keseniannya sebagai salah satu unsur kebudayaan yang
paling kuat mengungkapkan ciriciri ke Betawiannya, terutama pada seni
pertunjukkannya..
Berbeda dengan kesenian kraton yang merupakan hasil karya para seniman di
lingkungan istana dengan penuh pengabdian terhadap seni, kesenian Betawi justru
tumbuh dan berkernbang di kalangan rakyat secara spontan dengan segala
kesederhanaannya. Oleh karena itu kesenian Betawi dapat digolongkan sebagai
kesenian rakyat.
Salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalarn
pesta-pesta rakyat adalah ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur
atau nenek moyang yangsenantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Media ondel ondel
Media utama kesenian ini adalah sebuah
boneka raksasa tinggi-besar. Ukurannya sekitar 2,5 meter. Nah, boneka inilah
yang lazim disebut dengan ondel-ondel. Boneka ini berbahan dasar bambu. Bagian
dalamnya dibuat semacam pagar atau kurungan ayam supaya mudah dipikul orang
yang membawanya. Boneka ini digerakan oleh seseorang yang masuk ke dalam. Jangan
pernah bayangkan wajah boneka ondel-ondel ini rupawan. Buang kesan itu
jauh-jauh. Karena wajah ondel-ondel ini bisa dibilang “menyeramkan” dan absurd
sekali. Matanya besar-bulat melotot. Kepalanya dilapisi ijuk atau kertas-kertas
warna-warni, sebagai rambut. Jika “manggung” ondel-ondel selalu dibawa
sepasang: lelaki-perempuan. Ada ciri khas ondel-ondel lelaki dan perempuan.
Lelaki wajahnya berwarna merah tua sedangkan perempuan biasanya berwarna putih.
Entah ada atau tidak hubungan antara pewarnaan ini dengan warna bendera kita:
merah-putih.
Ondel-ondel konon telah ada
sebelum Islam tersebar di Jawa. Dahulu berfungsi sebagai penolak bala atau
semacam azimat. Saat itu, ondel-ondel dijadikan personifikasi leluhur penjaga
kampung. Tujuannya untuk mengusir roh-roh halus yang bergentayangan mengganggu
manusia. Oleh karena itu tidak heran kalau wujud ondel-ondel dahulu,
menyeramkan. Gambar foto dari sejarawan Rushdy Hoesein
yang dilansir dari milist Historia Indonesia membuktikan hal itu. Menurut
Rushdy, foto tersebut (lihat gambar) merupakan pertunjukan ondel-ondel pada
tahun 1920-an. Wajah ondel-ondel lebih mirip raksasa lengkap dengan caling dan
mata melotot. Ciri ondel-ondel perempuan dan lelaki pun tidak jelas (milist historia-indonesia).
Seiring perjalanan waktu,
fungsinya bergeser. Rushdy mengemukakan bahwa pada masa Ali Sadikin menjadi
Gubernur DKI Jakarta (1966-1977), ondel-ondel menjelma menjadi seni pertunjukan
rakyat yang menghibur. Biasanya disajikan dalam acara hajatan rakyat Betawi,
penyambutan tamu kehormatan, dan penyemarak pesta rakyat. Dibeberapa daerah di
Nusantara, terdapat juga pertunjukan kesenian yang mirip ondel-ondel, seperti
di Bali jenis kesenian yang mirip ondel-ondel ini disebut dengan barong landung
dan di Jawa Tengah yang dikenal masyarakat sana dengan sebutan barongan buncis.
Karena pada awalnya berfungsi sebagai personifikasi leluhur sebagai pelindung,
maka bisa dikatakan bahwa ondel-ondel termasuk ke dalam salah satu bentuk
teater tanpa tutur. “Ning-nang-ning-nung…” ondel-ondel beraksi diiringi musik
yang khas. Musik pengiringnya sendiri tidak tentu. Bergantung rombongan
masing-masing. Ada yang menggunakan tanjidor. Ada yang diiringi dengan pencak
Betawi. Dan ada juga yang menggunakan bende, ningnong, dan rebana ketimpring.
Alat- Alat Musik
Alam dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur
priburni dengan unsur Cina, dalam bentuk orkes gambang kromong yang tampak pada
alat-alat musiknya. Sebagian alat seperti gambang,kromong, kemor, kecrek,
gendang, kempul dan gong adalah unsur pribumi, sedangkan sebagian lagi berupa
alat musik gesek Cina yakni kongahyan, tehyan, dan skong. Dalam lagu-lagu yang
biasa dibawakan orkes tersebut, rupanya bukan saja terjadi pengadaptasian,
bahkan pula pengadopsian lagu-lagu Cina yang disebut pobin, seperti pobin mano
Kongjilok, Bankinhwa, Posilitan, Caicusiu dan sebagainya. Biasanya disajikan
secara instrumental. Terbentulknya orkes gambang kromong tidak dapat dilepaskan
dari Nie Hu-kong, seorang pemimpin golongan Cina.
Pada pertengahan abad ke- delapan belas di Jakarta, yang dikenal sebagai
penggemar musilk. Atas prakarsanyalah terjadi penggabungan alat-alat musik yang
biasa terdapat dalarn gamelan pelog slendro dengan yang dari Tiongkok. Terutama
orang- orang peranakan Cina, seperti halnya Nie Hu-kong, lebih dapat menikmati
tarian dan nyanyian para ciokek, yaitu para penyanyi ciokeks merangkap penari
pribumi yang biasa diberi nama bunga-bunga harurn di Tiongkok, seperti Bwee
Hoa, Han Siauw, Hoa, Han Siauw dan lain-lain. Pada masa-masa lalu orkes
garnbang kromong hanya dimiliki oleh babah- babah peranakan yang tinggal di
sekitar Tangerang dan Bekasi, selain di Jakarta sendirii.
Pengaruh Eropa yang kuat pada salah satu bentuk musik rakyat Betawi, tampak
jelas pada orkes tanjidor, yang biasa menggunakan klarinet, trombon, piston,
trompet dan sebagainya. Alat-alat musik tiup yang sudah berumur lebih dari satu
abad masih banyak digunakan oleh grup-grup tanjidor. Mungkin bekas alat-alat
musik militer pada masa jayanya penguasa kolonial [tempo doeloe] Dengan
alat-alat setua itu tanjidor biasa digunakan untuk mengiringi helaran atau
arak-arakan pengantin Membawakan lagu-lagu barat berirama imarsi dan [Wals] yang
susah sulit dilacak asal-usulnya, karena telah disesuaikan dengan selera dan
kemampuan ingatan panjaknya dari generasi kegenerasi. Orkes tanjidor mulai
timbul pada abad ke 18. VaIckenier, salah seorang Gubernur Jenderal Belanda
pada jaman itu tercatat memiliki sebuah rombongan yang terdiri dari 15 orang
pemain alat musik tiup, digabungkan dengan pemain gamelan, pesuling Cina dan
penabuh tambur Turki, untuk memeriahkan berbagai pesta. Karena biasa dimainkan
oleh budak-budak, orkes demikian itu dahulu disebut Slaven-orkes. Dewasa ini
tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu dan untuk memeriahkan
arak-arakan.
Tehyan,
Pengiring Ondel-ondel
Tak banyak orang yang mengenal alat musik tehyan. Keberadaan alat musik
yang berasal dari negeri Cina Ini mulai langka. Cara bermainnya yang cukup
sulit pun menyebabkan alat musik tehyarLsaat ini mulai ditinggalkan. Meski
begitu, mungkin sebagian orang masih dapat menemukan tehyan yang digunakan saat
pertunjukan kesenian ondel-ondel walau hanya sebagai pengisi suara saja.
Tehyan merupakan alat musik gesek berbentuk panjang dengan bagian bawah
yang agak melebar. Jika diamati, alat musik ini mirip rangka manusia mulai
bagian badan hingga bokong. Tangga nada dalam alat musik tchyan yang dlatonls.
dalam permainannya lebih mengandalkan feeling atau perasaan. Itulah yang
membuat alat musik Ini berbeda dengan alat musik lainnya.
Pengamat sejarah yangjuga pemerhati budaya Betawi dari Lembaga Kesenian
Betawi (LKB). Yahya . Andi Saputra, mengungkapkan, tehyan adalah salah satu
alat musik Betawi hasil perpaduan kebudayaan Tionghoa yang masih tersisa.
Menurutnya, saat ini tehyan mulai Jarang dijumpai karena langkanya alat musik
tehyan digunakan oleh masyarakat. Yahya menuturkan, tehyan mulai dikenal di
masyarakat pribumi sejak bangsa Tionghoa datang ke Batavia pada abad ke-17.
Saat itu. tehyan menjadi salah satu alat kesenian Tionghoa yang dibawa ke
Batavia. Dulunya alat musik tehyan dimainkan dalam orkes Yan Kin di mana
pemainnya merupakan warga keturunan Tionghoa. Yahya mengungkapkan, ada beberapa
daerah, di mana permainan alat musik ini tumbuh dengan subur. Orkes Yan Kin
dimainkan sebagai penyambut tamu pada acara tuan tanah, seperti di Jatinegara
ataupun Rorotan. Di sinilah alat musik tehyan mulai dikenal dan akhirnya sering
digunakan sebagai pengiring musik gambang kromong. kata Yahya.
Pada dasarnya, tambah Yahya, dalam orkes Yan Kin terdapat dua alat musik
sejenis yang dimainkan dengan cara dlgesek selain tehyan. yakni alat musik
sukong dan kongahyan. Ketiga alat musik Ini merupakan alat musik sejenis, hanya
saja ukurannya yang berbeda. Ketiganya merupakan alat musik yang berasal dari
China. Daii perpaduan dua kebudayaan inilah beberapa alat musik dalam orkes Yan
Kin berbaur dengan alat musik pribumi. Lagu-lagu atau musik hasil perpaduan dua
alat musik dari kebudayaan berbeda Inilah menghasilkan alunan pada gamelan
ajeng atau gambang kromong.
Seiring berjalannya waktu, tak Jarang tehyan menjadi alat musik pengiring
pada kesenian ondel-ondel. Seperti yang dilakukan Ahmad Jadi (42) pemilik
kesenian ondel-ondel keliling yang berada di Cempakaputih. Jakarta Pusat. Jadi
mengaku bahwa tehyan menjadi bagian penting alat musik pengiring ondel-ondel.
Suara yang dihasilkan dari tehyan menuntun ondel-ondel ketika menari. Dalam
kesenian ondel-ondel, menurut Ahmad, selain tehyan. unsur alat musik yang
digunakan adalah gendang pencak, rabana, bende atau kemes. nlngnong. serta
rebana ketipring. "Alat musik tehyan dimainkan untuk mengeluarkan unsur
melodi dalam lagu ondel-ondel." tutur Ahmad .
Mengenal Lebih Dekat Seniman Ondel-ondel
Obesrvasi tentang pengamen Ondel- ondel dilakukan di daerah Kayu Putih,
Pulogadung, Jakarta Timur. Terdapat 4 kelompok Ondel- ondel di daerah ini,
namun 2 diantaranya saja yang mengamen, sisanya mengamen keliling kampung.
Kelompok Pengamen Ondel- Ondel diketuai oleh seorang pemuda bernama Abi Maulana
Kamal Yusuf atau biasa dipanggil Kamal. Kesenian ondel- ondel milik Kamal
merupakan kesenian yang diturunkan oleh Ayahnya, Bapak TArman sekitar tahun
70’an. Bapak Tarman sebelumnya bekerja di daeran Ancol, namun kemudian ia
keluar dari pekerjaanya dan membentuk kelompok Ondel- ondel. Dahulu Ondel-
ondel dipakai oleh Pemerintah kota DKI Jakarta sebagai kesenian penyambut tamu-
tamu penting atau pembukaan acara resmi. Selain dari pemerintah, pekerjaan
lainnya adalah menerima order berupa mengisi acara perkawinan atau sunatan.
Pada tahun ’97 usaha Ondel- ondel tersebut diturunkan kepada Kamal karena
Bapaknya sudah tua. Pada awalnya Kelompok Ondel- Ondel milik kamal hanya
menunggu job datang, namun mulai tahun 2005 ondel- ondel miliknya dibawa
mengamen keliling kampung dan aktif mencari orderan job.
Kelompok Kamal memiliki 3 pasang Ondel- Ondel. Alat musik pengiring ondel-
ondel terdiri dari tehyan, gendang, gong dan kempul.
Anggota Kelompok ondel- ondel milik Kamal terdiri dari sekitat 15 orang.
Namun jumlah tersebut tidak selalu ada dalam rombongan. Terkadang ada yang
tidak ikut karena sebagian besar anggotanya adalah anak- anak sekolah. Kadang
hanya 7 orang yang jalan ketika mengamen kelilikng kampung. Kelompok ini
biasanya mulai kegiatan pada hari senin- sabtu sekitar jam 3 sore atau sehabis
ashar dan pada hari minggu atau libur mulai jam 10 atau 11 siang sampai jam
setengah 6 sore. Hal ini dikarenakan banyak anggotanya yang masih sekolah
sehingga harus menunggu mereka pulang sekolah dulu. Dalam sekali ngamen
keuntungan yang di dapat lumayan besar, apabila sedang banyak penonton, bisa
mencapai 400ribu sehari, namun uang dibagi kepada setiap anggota setiap
harinya, tidak dikumpulkan terlebih dahulu.
Pembagian hasil mengamen ini tergantung dengan alal musik dan pekerjaan apa
yang dilakoni anggotanya. Bayaran terbesar adalah pemegang alat musik tehyan,
karena alat musik ini paling sulit penggunaanya dan si pemegang alat musik
harus menguasai berbagai jenis lagu, tidak banyak anggota yang dapat
menggunakan alat musik ini. Dalam perjalanan, setiap anggota saling bertukar
tugas, terutama memanggul ondel- ondel. Ondel- ondel itu sendiri beratnya
mencapai 10kg! Namun Juki, adik Kamal yang baru berusia 10 tahun pun kebagian
tugas masuk ke dalam boneka ondel- ondel.
Anggota kelompok kamal terdiri dari adik- adiknya, saudara sepupu dan
tetangga- tetangganya yang semuanya tinggal di sekitar kawasan rumahnya.
Anggotanya antara lain Irfan, Aldi, Subur, Rohim, Juki, Alik, Adek, Udin, Alam,
Nasrudin, Agus Jajam yang merupakan anggota tetap dan anak- anak lainnnya yang
bukan merupakan anggota tetap. Maksudnya orang- orang di atas hampir selalu
ikut keliling, sedangkan lainnya adalah anggota tidak tetap yang selalu
berganti- ganti orang. Juki (40 tahun) adalah salah satu anggota tertua yang
merupakan Paman Kamal.
Ondel- Ondel milik Kamal biasanya dibuat sendiri. Apabila mengalami
kerusakan seperti bambu patah atau baju robek biasanya Juki yang
memperbaikinya. Ondel- ondel milik Kamal memiliki banyak cadangan baju, baju-
baju ini dipakai sesuai dengan acara. Bagian Muka Ondel- ondel dipesan di
Tasik, Kamal membelinya dengan orang betawi, yang memiliki istri orang tasik,
kemudian langsung dipesan dari Tasik dengan harga mencapai 1,2 juta rupiah per
pasang. Wajah odel- odel itu terbuat dari bahan fiber. Alat musik lain yang
baru dibelinya pada tahun 2007 adalah gong dengan harga 500ribu, sisanya alat-
alat itu merupakan alat musik yang dipakai dari warisan ayahnya dulu.
Selain Ondel- ondel, kelompok Kamal menyediakan kesenian lain seperti
pencak silat, Gambang Kromongn, dan Tanjidor. Gambang Kromong milik kenalan
kamal di Cipayung bisanya turut ikut dalam pertunjukan apabila dalam sebuah
acara ada yang memesan Gambang Kromong. Selain itu Tanjidor adalam milik
kenalan Kamal dari Tanggerang. Kamal memanggil jasa mereka apabila selain
ondel- ondel si empunya acara memngnginkan kesenian musik lain, begitu pula
sebaliknya, apabila si Tanjidor atau Gambang Kromong mendapat order plus
meminta jasa ondel- ondel, Kamal dan rombongannya akan diajak turut serta.
Apabila menerima orderan, Kamal bisa meraup untung hingga2 juta, kalau plus
tanjidor/ kromong bisa tambah 3,5- 5 juta rupiah. Mereka bekerja sama dalam
penyambutan tamu dari luar, ke acara seperti acara di Mangga Dua Square, PRJ
atau acara kedinasan yang diundang oleh pemerintah.
Lain Dulu Lain
Sekarang
Sejarah Ondel- ondel mengatakan bahwa dahulu ondel- Ondel adalah alat
penolak bala tau azimat, atau pelindung kampung. Kemudian ondel- ondel di arak
keliling kampung untuk mengusir berbagai penyakit yang malanda desa. Dahulu
pada saat manusia masih menganut kepercayaan animisme ondel- ondel dianggap
benda keramat. Namun lama kelamaan, masyarakat mulai berbudaya, mulai beragama,
mulai berpikir kiritis dan tidak percaya takhayul maka lama kelamaan ondel-
ondel tidak lagi berfungsi sebagai boneka penolak bala. Pada zaman Ali Sadikin,
ondel- ondel menjelma sebagai kesenian rakyat yang menghibur. Bentuk wajah yang
tadinya menyeramkan berubah menjadi berwarna dengan hiasan di kepala, baju
bewarna warni dan bergam corak yang menarik. Pergeseran fungsi ondel- ondel ini
berdasar pada perubahan mindset masyarakat yang tidak lagi percara takhayul.
No comments:
Post a Comment