Pertunjukan
Tayub yang syarat dengan Norma-norma dalam Masyarakat
Perubahan zaman telah memberikan
warna bagi kehidupan manusia. Perbedaan pola pikir sekelompok masyarakat
merupakan bagian dari warna kehidupan tersebut. Meski tidak selalu berdampak
buruk, namun hal ini secara tidak langsung telah menciptakan dua kelompok
masyarakat. Yaitu kelompok masyarakat primitif dan moderen (Ben Suharto:
Tayub Pertunjukan dan Ritus Kesuburan) . Mereka yang merupakan bagian dari
masyarakat primitif masih menggunakan sistem dan fungsi-fungsi alam. Segala hal
yang mereka lakukan selalu berkenaan dengan alam. Misalnya saja seperti saat
mereka melakukan upacara atas keberhasilan panen mereka. Contoh tersebut
merupakan salah satu kebudayaan yang diturunkan oleh leluhur mereka.
Kebudayaan masyarakat primitif yang
masih bertahan sampai sekarang cukup banyak. Bentuknya pun beragam. Dari bentuk
kesenian rakyat hingga tari pergaulan. Di Tulungagung misalnya, terdapat
beberapa kebudayaan masyarakat primitif yang masih bertahan dan terus
dilestarikan. Seperti pertunjukan Tiban yaitu upacara meminta hujan, Reyog
Tulungagung, Jaranan Sentherewe, Tayub, dan masih banyak lagi.
Adapun pelaku yang berperan dalam hal tersebut adalah masyarakat Tulungagung
sendiri. Dan jelas merupakan masyarakat yang memegang teguh warisan nenek
moyang mereka.
Tayub berasal dari kata tata dan guyub (jawa:
kiratha basa), yang artinya bersenang-senang dengan mengibing bersama penari
wanita. Tayub adalah tari pergaulan tetapi dalan perwujudannya bisa
bersifat romantis dan bisa pula erotis. Biasa ditarikan oleh penari wanita yang
disebut dengan tledhek dan selalu melibatkan penonton pria untuk menari
bersama (pengibing). Yang menjadi perhatian disini adalah dalam setiap
pertunjukan selalu didominasi oleh penonton pria, sebab pria disini sebagai
obyek bagi para tledhek untuk dapat menari bersama mereka dan diharapkan
memberi sedikit imbalan (berupa uang = sawer). Tayub dilaksanakan
untuk merayakan pesta pernikahan dan berbagai macam hajatan lainnya.
Seperti yang selalu dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Tulungagung. Sebagai
daerah karisedenan Kediri, Tulungagung mampu berkembang dengan mengunggulkan
kebudayaan mereka sendiri. Dalam hal ini adalah tayub.
Tayub tidak dapat begitu saja hilang dari budaya mereka. Bahkan
ada nama lain dari tayub untuk daerah Tulungagung ini yaitu Lelangen
Beksa. Tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa kesenian tayub
adalah pertunjukan porno dan sangat berhubungan dengan unsur negatif. Terutama
bagi mereka yang telah menjadi bagian dari kehidupan modern. Pada umumnya
mereka merendahkan keberadaan tayub bahkan ada juga yang mengecam. Sebab
mereka menilai dari adanya minuman keras yang disuguhkan dan juga bagaimana
para tledhek berbusana. Namun bagaimanapun juga tayub tetap
menjadi bagian dari kebudayaan yang patut untuk dilestarikan. Tinggal dari
sudut pandang mana mereka menilainya.
Tayub sampai saat ini masih menjadi pertunjukan populer bagi
masyarakat Tulungagung. Tidak hanya sebagai pertunjukan semata. Sebab dalam
pelaksanaannya selalu menghidupkan komunikasi dan interaksi sosial yang ada.
Pada saat menarikan tari tayub, para tledhek mengajak penari pria
dengan cara mengalungkan selendang yang disebut dengan sampur kepada
pria yang diajak menari tersebut. Sering terjadi persaingan antara penari pria
yang satu dengan penari pria lainnya, persaingan ini ditunjukkan dengan
kemampuan mereka merayu tledhek tersebut dengan beberapa gerakan tarian.
Namun tledhek tersebut tetap berlaku adil dengan tetap menari bersama
para pria tersebut secara bergantian, bahkan terkadang bersama-sama. Dan
sebagai ucapan terimakasih pada tledhek, para pria tersebut biasanya
memberikan imbalan (sawer). Disitulah letak hubungan sosial yang
terjalin antara tledhek dan pengibing. Selain itu dalam tayub
juga terdapat kandungan nilai-nilai positif yang patut dihormati. Tayub
juga menjadi simbol yang kaya makna tentang pemahaman kehidupan dan punya bobot
filosofis tentang jati diri manusia. Sebagai masyarakat yang berbudaya, kita
tentunya dapat mengerti dan melihat Tayub dengan segala nilai positifnya
tersebut.
Hal yang penting diketahui adalah
meskipun tayub merupakan pertunjukan yang sangat kontroversial, namun
pada hakikatnya pertunjukan tersebut syarat dengan norma-norma dalam
masyarakat. Dan norma kesopanan mendapat peranan utama. Karena tanpa dilandasi
dengan norma tersebut, maka bentuk adiluhung yang dijunjung dalam tayub
akan sirna. Salah satu bentuknya adalah setiap penampilan selalu ada jarak
antara tledhek dan pengibing. Selain sebagai jarak untuk menari, hal
tersebut juga menghilangkan kesan negatif saat keduanya menari bersama.
Pada prinsipnya, di dalam norma
kesopanan selalu mengedepankan hal-hal yang menjadi suatu kebiasaan dalam
masyarakat. Kebiasaan dalam masyarakat sering disamakan dengan adat istiadat.
Adat istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam
masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib. Ada pula yang menganggap adat
istiadat sebagai peraturan sopan santun yang turun temurun. Pada umumnya adat
istiadat merupakan tradisi. Adat bersumber pada sesuatu yang suci (sakral) dan
berhubungan dengan tradisi rakyat yang telah turun temurun, sedangkan kebiasaan
tidak merupakan tradisi rakyat. Seperti halnya yang terdapat dalam pertunjukan tayub.
Bagaimana perilaku para pengibingnya yang tetap menjunjung tinggi
nilai-nilai kesopanan.
Dalam setiap pertunjukan tayub
ternyata telah ditata sedemikian rupa layaknya pertunjukan resmi. Hal ini dapat
diartikan bahwa pertunjukan tayub digelar bukan saja hanya untuk menari
bersama pengibing saja. Namun selebihnya juga bisa dilihat dari ritual
tertentu. Sebab disini juga selalu menggunakan sesaji guna kelancaran
pertunjukan tersebut. Berikut ini adalah susunan dari pertunjukan Tayub
di Tulungagung.
1. Nguyu-uyu
Nguyu-uyu secara etimologis berasal dari kata
“manghayu-hayu” yang artinya penghormatan kepada semua tamu yang hadir
sebelum acara tayub dimulai. Jadi nguyu-uyu yang dimaksudkan
adalah membunyikan beberapa gending dan nyanyian dengan karawitan jawa yang
fungsinya untuk memberikan penghormatan kepada para hadirin yang datang lebih
awal sebelum acara dimulai.
2. Bedhayan
Merupakan tarian pembuka sebelum
pertunjukan tayub dimulai. Biasa dilakukan oleh dua penari atau lebih.
Adapun tariannya teradaptasi dari Bedhaya Gaya Yogyakarta dan Surakarta.
3. Talu
Sebelum pergelaran tayub
dimulai terlebih dahulu dibunyikan lagu (gending) sebagai penghantar.
Rangkaian gending yang sudah ditentukan ini disebut talu atau patalon,
berasal dari kata talu (bertalu-talu) menunjukkan pada cara membunyikan,
tapi ada yang menyatakan sebagai berasal dari kata telu (tiga).
4. Beksa
Beksa, joged atau tari, mempunyai pengertian yang sama, ham-beksa
atau an-joged artinya “menari”, dalam hal ini yakni menarikan
gerak khas Langen Tayub Tulungagung. Disinilah pertunjukan tayub
dimulai. Dengan beberapa keahlian para tledhek dan antusias
pengibingnya. Pertunjukan biasa berlangsung hingga tengah malam, tergantung
dari tuan rumah yang mengadakan.
Seiring perkembangan zaman, tayub
telah berubah menjadi pertunjukan masyarakat yang populer. Tidak hanya untuk
kalangan atas saja, sebab tayub juga banyak diminati oleh kalangan
bawah. Kesenian ini berpotensi sebagai sarana pergaulan yang merakyat dan
sangat populer. Selain itu juga dapat memberikan pelajaran kepada masyarakat
akan pentingnya menjunjung norma-norma yang berhubungan dengan kehidupan
mereka.
Tayub merupakan salah satu hiburan seni pertunjukan yang sangat
populer di daerah Tulungagung. Terlepas dari kesan negatif yang melekat,
ternyata keberadaannya sangat penting dalam memberi pengertian mengenai
norma-norma yang wajib dijunjung tinggi. Sebab tayub secara tersirat
mengajarkan kepada masyarakat akan nilai-nilai kesopanan dan tingkah laku. Agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dan pastinya agar tercipta
kehidupan yang damai dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat.
Fungsi pagelaran Tayub menurut apa
yang dilakukan oleh leluhur kita dulunya adalah sebagai berikut;.
1. Upacara Pubertas
2. Upacara Inisiasi
3.Percintaan
4.Persahabatan
5. Upacara Kematian
6.Upacara Kesuburan
7.Upacara Perburuan
8.Upacara Perkawinan
9. Pekerjaan
10.Perang
11.Lawakan
12.Perbincangan
13.Tontonan
14.Pengobatan
2. Upacara Inisiasi
3.Percintaan
4.Persahabatan
5. Upacara Kematian
6.Upacara Kesuburan
7.Upacara Perburuan
8.Upacara Perkawinan
9. Pekerjaan
10.Perang
11.Lawakan
12.Perbincangan
13.Tontonan
14.Pengobatan
Tayub dulunya bersifat sacral, dan
profan/ yang religious.
Pergeseran Tayub.
Tayub kini telah berubah fungsinya
dari yang bersifat sacral-religius,ke profan-sekuler. Kini pergelaran Tayub
lebih sebagai seni hiburan, tari pergelaran, dan tontonan.
Kesan miring para penari tayub,
dahulu memang sangat terasa. Namun seiring dengan perkembangan jaman, kebiasaan
yang tinggalan penjajah tersebut kian lama kian menipis. Pakaian yang dikenakan
para penari pun seiring perjalanan waktu, juga mengalami pergeseran. Kalau dulu
pakaian yang dikenakan penari, biasanya hanya mengenakan kemben sebatas dada.
Saat ini tampak lebih sopan.
Pakaian yang dikenakan tidak ubahnya
seperti pakaian wanita adat Jawa kebanyakan. Tak Kian Redup Meski berkembang
dalam lingkungan musik modern, popularitas Tayub tidak kian redup. Kesenian ini
masih banyak dijumpai pada acara-acara hajatan di beberapa desa di wilayah
Kabupaten Lamongan. Tantangan yang kini dihadapi tidak ringan. Perkembangan
musik-musik modern dikawatirkan akan dapat menenggelamkankan kesenian Tayub,
bila tidak diuri-uri sedini mungkin.
Pengertian
Tari Tayub
Perubahan
zaman telah memberikan warna bagi kehidupan manusia. Perbedaan pola pikir
sekelompok masyarakat merupakan bagian dari warna kehidupan tersebut. Meski
tidak selalu berdampak buruk, namun hal ini secara tidak langsung telah
menciptakan dua kelompok masyarakat. Yaitu kelompok masyarakat primitif dan
moderen (Ben Suharto: Tayub Pertunjukan dan Ritus Kesuburan) . Mereka
yang merupakan bagian dari masyarakat primitif masih menggunakan sistem dan
fungsi-fungsi alam. Segala hal yang mereka lakukan selalu berkenaan dengan alam.
Misalnya saja seperti saat mereka melakukan upacara atas keberhasilan panen
mereka. Contoh tersebut merupakan salah satu kebudayaan yang diturunkan oleh
leluhur mereka.
Kebudayaan
masyarakat primitif yang masih bertahan sampai sekarang cukup banyak. Bentuknya
pun beragam. Dari bentuk kesenian rakyat hingga tari pergaulan. Di Tulungagung
misalnya, terdapat beberapa kebudayaan masyarakat primitif yang masih bertahan
dan terus dilestarikan. Seperti pertunjukan Tiban yaitu upacara meminta
hujan, Reyog Tulungagung, Jaranan Sentherewe, Tayub, dan
masih banyak lagi. Adapun pelaku yang berperan dalam hal tersebut adalah
masyarakat Tulungagung sendiri. Dan jelas merupakan masyarakat yang memegang
teguh warisan nenek moyang mereka.
Tayub berasal dari kata tata
dan guyub (jawa: kiratha basa), yang artinya bersenang-senang dengan
mengibing bersama penari wanita. Tayub adalah tari pergaulan tetapi
dalan perwujudannya bisa bersifat romantis dan bisa pula erotis. Biasa
ditarikan oleh penari wanita yang disebut dengan tledhek dan selalu
melibatkan penonton pria untuk menari bersama (pengibing). Yang menjadi
perhatian disini adalah dalam setiap pertunjukan selalu didominasi oleh
penonton pria, sebab pria disini sebagai obyek bagi para tledhek untuk
dapat menari bersama mereka dan diharapkan memberi sedikit imbalan (berupa uang
= sawer). Tayub dilaksanakan untuk merayakan pesta pernikahan dan
berbagai macam hajatan lainnya. Seperti yang selalu dilakukan oleh
masyarakat di Kabupaten Tulungagung. Sebagai daerah karisedenan Kediri,
Tulungagung mampu berkembang dengan mengunggulkan kebudayaan mereka sendiri.
Dalam hal ini adalah tayub.
Tayub
tidak dapat begitu saja hilang dari budaya mereka. Bahkan ada nama lain dari tayub
untuk daerah Tulungagung ini yaitu Lelangen Beksa. Tidak sedikit orang
yang mengatakan bahwa kesenian tayub adalah pertunjukan porno dan sangat
berhubungan dengan unsur negatif. Terutama bagi mereka yang telah menjadi
bagian dari kehidupan modern. Pada umumnya mereka merendahkan keberadaan tayub
bahkan ada juga yang mengecam. Sebab mereka menilai dari adanya minuman
keras yang disuguhkan dan juga bagaimana para tledhek berbusana. Namun
bagaimanapun juga tayub tetap menjadi bagian dari kebudayaan yang patut
untuk dilestarikan. Tinggal dari sudut pandang mana mereka menilainya.
Tayub
sampai saat ini masih menjadi pertunjukan populer bagi masyarakat Tulungagung.
Tidak hanya sebagai pertunjukan semata. Sebab dalam pelaksanaannya selalu
menghidupkan komunikasi dan interaksi sosial yang ada. Pada saat menarikan tari
tayub, para tledhek mengajak penari pria dengan cara mengalungkan
selendang yang disebut dengan sampur kepada pria yang diajak menari
tersebut. Sering terjadi persaingan antara penari pria yang satu dengan penari
pria lainnya, persaingan ini ditunjukkan dengan kemampuan mereka merayu tledhek
tersebut dengan beberapa gerakan tarian. Namun tledhek tersebut tetap
berlaku adil dengan tetap menari bersama para pria tersebut secara bergantian,
bahkan terkadang bersama-sama. Dan sebagai ucapan terimakasih pada tledhek,
para pria tersebut biasanya memberikan imbalan (sawer). Disitulah letak
hubungan sosial yang terjalin antara tledhek dan pengibing. Selain itu
dalam tayub juga terdapat kandungan nilai-nilai positif yang patut
dihormati. Tayub juga menjadi simbol yang kaya makna tentang pemahaman
kehidupan dan punya bobot filosofis tentang jati diri manusia. Sebagai
masyarakat yang berbudaya, kita tentunya dapat mengerti dan melihat Tayub
dengan segala nilai positifnya tersebut.
2.2
Tata Cara Tari tayub
Hal
yang penting diketahui adalah meskipun tayub merupakan pertunjukan yang
sangat kontroversial, namun pada hakikatnya pertunjukan tersebut syarat dengan
norma-norma dalam masyarakat. Dan norma kesopanan mendapat peranan utama.
Karena tanpa dilandasi dengan norma tersebut, maka bentuk adiluhung yang
dijunjung dalam tayub akan sirna. Salah satu bentuknya adalah setiap
penampilan selalu ada jarak antara tledhek dan pengibing. Selain sebagai
jarak untuk menari, hal tersebut juga menghilangkan kesan negatif saat keduanya
menari bersama.
Pada prinsipnya, di dalam norma kesopanan
selalu mengedepankan hal-hal yang menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat.
Kebiasaan dalam masyarakat sering disamakan dengan adat istiadat. Adat istiadat
adalah kebiasaan-kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakat dengan
maksud mengatur tata tertib. Ada pula yang menganggap adat istiadat sebagai
peraturan sopan santun yang turun temurun. Pada umumnya adat istiadat merupakan
tradisi. Adat bersumber pada sesuatu yang suci (sakral) dan berhubungan dengan
tradisi rakyat yang telah turun temurun, sedangkan kebiasaan tidak merupakan
tradisi rakyat. Seperti halnya yang terdapat dalam pertunjukan tayub.
Bagaimana perilaku para pengibingnya yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai
kesopanan.
Dalam
setiap pertunjukan tayub ternyata telah ditata sedemikian rupa layaknya
pertunjukan resmi. Hal ini dapat diartikan bahwa pertunjukan tayub
digelar bukan saja hanya untuk menari bersama pengibing saja. Namun selebihnya
juga bisa dilihat dari ritual tertentu. Sebab disini juga selalu menggunakan
sesaji guna kelancaran pertunjukan tersebut.
2.3 Susunan Pertunjukan
Tari Tayub
Berikut ini adalah susunan dari
pertunjukan Tayub di Tulungagung.
1. Nguyu-uyu
Nguyu-uyu
secara etimologis berasal dari kata “manghayu-hayu” yang artinya
penghormatan kepada semua tamu yang hadir sebelum acara tayub dimulai.
Jadi nguyu-uyu yang dimaksudkan adalah membunyikan beberapa gending dan
nyanyian dengan karawitan jawa yang fungsinya untuk memberikan penghormatan
kepada para hadirin yang datang lebih awal sebelum acara dimulai.
2. Bedhayan
Merupakan
tarian pembuka sebelum pertunjukan tayub dimulai. Biasa dilakukan oleh
dua penari atau lebih. Adapun tariannya teradaptasi dari Bedhaya Gaya
Yogyakarta dan Surakarta.
3. Talu
Sebelum
pergelaran tayub dimulai terlebih dahulu dibunyikan lagu (gending)
sebagai penghantar. Rangkaian gending yang sudah ditentukan ini disebut talu
atau patalon, berasal dari kata talu (bertalu-talu) menunjukkan
pada cara membunyikan, tapi ada yang menyatakan sebagai berasal dari kata telu
(tiga).
4. Beksa
Beksa,
joged atau tari, mempunyai pengertian yang sama, ham-beksa
atau an-joged artinya “menari”, dalam hal ini yakni menarikan
gerak khas Langen Tayub Tulungagung. Disinilah pertunjukan tayub
dimulai. Dengan beberapa keahlian para tledhek dan antusias
pengibingnya. Pertunjukan biasa berlangsung hingga tengah malam, tergantung
dari tuan rumah yang mengadakan.
No comments:
Post a Comment