Tuesday, May 17, 2016

Demak Wisata


Kabupaten Demak, adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Demak. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di barat, Kabupaten Jepara di utara, Kabupaten Kudus di timur, Kabupaten Grobogan di tenggara, serta Kota Semarang dan Kabupaten Semarang di sebelah barat.

Etimologi
Kata Demak itu adalah berasal dari kata Bahasa Arab, yaitu Dhima' yang artinya rawa. Hal ini mengingat tanah di Demak adalah tanah bekas rawa alias tanah lumpur. Bahkan sampai sekarang jika Musim Hujan di daerah demak sering digenangi air, dan pada musim kemarau tanahnya banyak yang retak, maklumlah karena tanahnya tanah bekas rawa alias tanah lumpur. Karena tanah demak adalah tanah labil, maka jalan raya yang dibangun gampang rusak, oleh karena itu jalan raya di Demak menggunakan beton

Kurang lebih 6 abad yang lalu, berdasarkan letak geografisnya, kawasan yang bernama Demak ternyata tidak terletak di pedalaman yang jaraknya kurang lebih 30 km dari bibir laut Jawa seperti sekarang ini. Kawasan tersebut pada waktu itu berada di dekat Sungai Tuntang yang sumbernya berasal dari Rawa Pening. Geografi kesejarahan mengenai kawasan Demak dapat pula dibaca di buku Dames, yang berjudul “The Soil of East Central Java” (1955). Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Demak dahulu terletak di tepi laut, atau lebih tepatnya berada di tepi Selat Silugangga yang memisahkan Pulau Muria dengan Jawa Tengah.

Mengenai ekologi Demak, DR.H.J. De Graaf juga menulis bahwa letak Demak cukup menguntungkan bagi kegiatan perdagangan maupun pertanian. Hal ini disebabkan karena selat yang ada di depannya cukup lebar sehingga perahu dari Semarang yang akan menuju Rembang dapat berlayar dengan bebas melalui Demak. Namun setelah abad XVII Selat Muria tidak dapat dipakai lagi sepanjang tahun karena pendangkalan.

Tanggal 28 Maret 1503 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Demak. Hal ini merujuk pada peristiwa penobatan Raden Patah menjadi Sultan Bintoro yang jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka (dikonversikan menjadi 28 Maret 1503).Dalam Babat Tanah Jawi, tempat yang bernama Demak berawal dari Raden Patah diperintahkan oleh gurunya (Sunan Ampel) agar merantau ke Barat dan bermukim di sebuah tempat yang terlindung hutan/tanaman Gelagah Wangi letaknya berada di Muara Sungai Tuntang yang sumbernya berada di lereng Gunung Merbabu (Rawa Pening).

Menurut Prof. Soetjipto Wirjosoeprapto, setelah hutan Gelagah Wangi ditebang dan didirikan tetrukan (pemukiman), baru muncul nama Bintoro yang berasal dari kata bethoro (bukit suci bagi penganut agama hindu). Pada kawasan yang berada di sekitar muara Sungai Tuntang, bukit sucinya adalah Gunung Bethoro (Prawoto) yang sekarang masuk daerah Kabupaten Pati.

Menurut beberapa sumber lain menyebutkan bahwa nama bintoro diambil dari nama pohon Bintoro yang dulu banyak tumbuh di sekitar hutan Gelagah Wangi. Ciri-ciri pohon Bintoro mulai dari batang, daun dan bunganya mirip dengan pohon kamboja (apocynaceae), hanya saja buahnya agak menonjol seperti buah apel.

Ada beberapa pendapat mengenai asal nama kota Demak, diantaranya :

Prof.DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari bahasa Arab “dama” yang artinya mata air. Selanjutnya penulis Sholihin Salam juga menjelaskan bahwa Demak berasal dari bahasa Arab diambil dari kata “dzimaa in” yang berarti sesuatu yang mengandung air (rawa-rawa). Suatu kenyataan bahwa daerah Demak memang banyak mengandung air; Karena banyaknya rawa dan tanah payau sehingga banyak tebat (kolam) atau sebangsa telaga tempat air tertampung. Catatan : kata delamak dari bahasa Sansekerta berarti rawa. Menurut Prof. Slamet Mulyono, Demak berasal dari bahasa Jawa Kuno “damak”, yang berarti anugerah. Bumi Bintoro saat itu oleh Prabu Kertabhumi Brawijaya V dianugerahkan kepada putranya R. Patah atas bumi bekas hutan Gelagah Wangi. Dasar etimologisnya adalah Kitab Kekawin Ramayana yang berbunyi “Wineh Demak Kapwo Yotho Karamanyo”.
Berasal dari bahasa Arab “dummu” yang berarti air mata. Hal ini diibaratkan sebagai kesusahpayahan para muslim dan mubaligh dalam menyiarkan dan mengembangkan agama islam saat itu. Sehingga para mubaligh dan juru dakwah harus banyak prihatin, tekun dan selalu menangis (munajat) kepada Allah SWT memohon pertolongan dan perlindungan serta kekuatan.

Demak merupakan Kasultanan ketiga di Nusantara atau keempat di Asia Tenggara. Ibukotanya Demak yang sekaligus digunakan sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran agama Islam yang diprakarsai oleh para Wali (Wali Songo). Ketika orang Portugis datang ke Nusantara, Majapahit yang agung sudah tidak ada lagi. Menurut catatan pada tahun 1515 Kasultanan Bintoro sudah memiliki wilayah yang luas dari kawasan induknya ke barat hingga Cirebon. Pengaruh Demak terus meluas hingga meliputi Aceh yang dipelopori oleh Syeh Maulana Ishak (Ayah Sunan Giri). Kemudian Palembang, Jambi, Bangka yang dipelopori Adipati Aryo Damar (Ayah Tiri Raden Patah) yang berkedudukan di Palembang; dan beberapa daerah di Kalimantan Selatan, Kotawaringin (Kalimantan Tengah). Menurut hikayat Banjar diceritakan bahwa masyarakat Banjar dulu yang meng-islam-kan adalah penghulu Demak (Bintoro) dan yang pertama kali di-islam-kan adalah Pangeran Natas Angin yang kelak dimakamkan di Komplek Pemakaman Masjid Agung Demak. Di daerah Nusa Tenggara Barat perkembangan agama Islam dipelopori oleh Ki Ageng Prapen dan Syayid Ali Murtoko, adik kandung Sunan Ampel yang berkedudukan di Bima.

Pada masa Kasultanan Demak diperintah oleh Sultan Trenggono, wilayah nusantara benar-benar dapat dipersatukan kembali. Terlebih lagi dengan adanya Fatahillah, Putera Mahkota Sultan Samodera Pasai yang menjadi menantu Raden Patah. Dialah yang berhasil mengusir orang-orang Portugis dari kota Banten dan berhasil menyatukan kerajaan Pasundan yang sudah rapuh. Dengan demikian seluruh pantai utara Jawa Barat sampai Panarukan Jawa Timur (1525-1526) dikuasai oleh Kasultanan Bintoro. Sementara itu Kediri takluk pada tahun 1527 yang berturut-turut kemudian diikuti oleh kawasan yang ada di pedalaman. Sampai akhirnya Blambangan yang letaknya berada di pojok tenggara Jawa Timur menyerah tahun 1546. Disinilah Sultan Trenggono gugur di medan pertempuran ketika berhadapan dengan Prabu Udoro (Brawijaya VII).

Jika Anda sedang berwisata ke Semarang, tak ada salahnya mengunjungi kota kecil di sebelah utaranya yaitu kota Demak. Ya, kota bersejarah yang sering disebut sebagai kota wali ini memiliki tempat yang bisa dikunjungi. Mulai dari wisata religi, wisata spiritual, wisata budaya, wisata alam bahkan wisata industri kerajinan. Apa saja tempat wisata di Demak yang harus dikunjungi? Berikut rangkumannya untuk Anda.

1. Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak ini adalah tempat ibadah yang merupakan peninggalan wali songo dan Sultan Fatah. Usia masjid ini lebih dari setengah abad. Bangunan bersahaja ini mempuyai filosofi yang sarat makna. Terdapat tiga trap atap pada tumpangnya yang melambangkan islam, iman, ihsan. Dari arsitektur masjid inilah yang kemudian banyak menginspirasi masjid-masjid lainnya di seluruh pelosok Indonesia. Terdapat empat soko guru utama yang dibuat oleh para Wali di dalam ruangan utamanya. Ada pula delapan tiang penyangga serambi masjid yang merupakan pemberian dari Raja Majapahit yaitu ayahnya Sultan Fatah.

2. Museum Masjid Agung Demak
Museum Masjid Agung Demak terletak di sebelah utara masjid Masjid Agung Demak. Terdapat banyak peninggalan di dalamnya seperti pintu asli bangunan masjid pada awal dibangun, gentong-gentong dari Campa, bedhug, kitab-kitab dan serat-serat yang ditulis oleh para Sunan atau Wali, miniatur bangunan masjid dan ilustrasi bentuk masjid sejak awal berdiri 500 tahun yang lalu berikut perubahan dan renovasinya hingga sekarang ini.

3. Makam Sunan Kalijogo
Sunan Kalijogo terkenal sebagai salah satu wali yang menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa dengan cara-cara yang bijak dan ramah. Cara Beliau yaitu dengan menyisipkannya melalui seni dan budaya seperti wayang dan tembang-tembang Jawa. Lokasi makam Sunan Kalijogo berada sekitar 4 km dari masjid Agung Demak yakni di daerah Kadilangu.

4. Wisata Hutan Mangrove Morosari Sayung
Banyak orang yang belum mengetahui adanya yang satu ini. Padahal di Morosari Sayung Demak ini tersimpan keindahan hutan mangrove atau bakau. Disini, Anda bisa menikmati pemandangan indah sunset sambil menikmati suasana alam yang masih asri dengan udara sejuk laut yang berbariskan pepohonan bakau yang membentang serta pemandangan ratusan bangau putih yang bertengger ataupun beterbangan di sekitar sana.

Lokasi taman mangrove ini berada di kecamatan Sayung, desa bedono, Kabupaten Demak. Untuk akses masuk dari gapura memang kondisi jalan masih ekstrim karena banyak jalan berlubang dan sempit akan tetapi di setiap perjalanan Anda disuguhi suasana tambak bandeng yang luas serta kanan kiri terdapat pemandangan pohon bakau yang terbentang dan berjejer serta banyaknya bangau putih yang beterbangan.

Ada dua cara untuk menuju hutan mangrove, pertama dengan naik perahu dan yang kedua naik kendaraan motor. Apabila dengan perahu, Anda harus membayar biaya sewanya sekitar 50 ribu sampai 70 ribu.

Ada beberapa pantangan yang harus dipatuhi oleh pengunjung selama berada di hutan mangrove ini. Anda harus mengenakan bapakaian yang sopan dan untuk para pasangan dilarang bergandengan karena di area tersebut terdapat makam Syekh Abdullah Mudzakir.

5. Pantai Morosari
Sudah pernahkah Anda mendengar tentang Pantai Morosari atau Tambaksari? Pantai di Sayung, Demak ini letaknya tidak terlalu jauh dari Semarang. Perjalanan dari Semarang ke Demak membutuhkan waktu sekitar satu jam. Pantai Morosari hampir sama seperti Pantai Marina di Semarang, tetapi Pantai Morosari ini lebih sepi pengunjungnya. Disini Anda juga akan menemukan hutan mangrove.

Biasanya seminggu sesudah hari raya Idul Fitri, banyak pengunjung dari berbagai daerah berdatangan ke pantai Moro Demak untuk menyaksikan perlombaan perahu dayung dan sedekah laut. Tradisi ini biasa disebut sebagai tradisi Syawalan, ada pula yang menyebutnya sebagai Lomban.

6. Sentra Batik Demak
Ternyata Demak juga mempunyai kekayaan lokal yang terinspirasi dari khasanah kearifan lokal. Ada berbagai motif batik yang diambil dari stilasi berbagai hasil alam daerah dan elemen-elemen dalam Masjid Agung Demak. Anda bisa melihat langsung proses pembuatan batik ini dari bahan mentah hingga jadi, sekaligus Anda juga bisa berbelanja di sana.

7. Sentra Kerajinan Kaligrafi
Berbagai macam bisa Anda dapatkan di kios sekitar Masjid Agung. Namun Anda juga bisa mendatangi langsung sentra kerajinan untuk dapat melihat dari dekat proses pembuatannya. Dan tentunya bisa melihat lebih banyak lagi pilihan yang bisa Anda beli.

8. Sentra Kerajinan Rebana
Selain tembang dan wayang, rebana dan marawis merupakan seni dan budaya yang menjadi tradisi serta kebanggaan Demak. Di sentra kerajinan ini Anda bisa mengenal banyak jenis elemen dalam permainan rebana dan marawis. Seperti nama, fungsi dan filosofinya. Hasil produksi disini ternyata juga dikirim ke seluruh daerah Indonesia.

9. Wisata Agrowisata Belimbing dan Jambu Merah Delima
Mungkin sudah banyak orang yang tahu jika belimbing merupakan kuliner khas Demak, sebab Sunan Kalijogo pun juga mempopulerkan tembang lir ilir gubahan Sunan Bonang ini. Jika Anda ingin berkunjung, Wisata agro buah belimbing dan buah jambu merah delima ini berada di daerah Betokan.


10. Grebeg Besar Demak
Tradisi Grebeg Besar Demak berlangsung selama bulan Dzulhijjah atau bulan Haji. Di malam sebelum hari Idul Adha yakni tanggal 9 Dzulhijah, arak-arakan tumpeng songo akan digiring dari pendopo kabupaten menuju masjid Agung Demak. Setelah rangkaian acara pengajian dan sebagainya selesai, para pengunjung ikut menikmati tumpeng songo ini di serambi masjid. Besoknya tanggal 10 Dzulhijjah setelah sholat Idul Adha, puncak acara grebeg besar berlangsung. Anda bisa melihat para prajurit patang puluhan mengiringi bupati dan staf berarak dari masjid Agung Demak menuju makam Kadilangu untuk melakukan penjamasan pusaka peninggalan wali dan kerajaan Demak.

No comments:

Post a Comment