Provinsi Sulawesi Utara
mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada
dipaling ujung utara Nusantara ini menjadi Provinsi Daerah Tingkat I. Sejarah
Pemerintahan Daerah Sulawesi Utara, seperti halnya sejarah provinsi-provinsi
lainnya di Pulau Sulawesi, beberapa kali mengalami perubahan administrasi
pemerintahan. Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, Daerah ini
berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Seiring
dengan perkembangan pemerintahan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 5
tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian yaitu Provinsi Sulawesi
Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Untuk mengatur
penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka
berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/m tahun 1960
tanggal 23 Maret 1960 ditunjuklah Mr. A.A. Baramuli sebagai Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
Sembilan bulan kemudian Provinsi
Sulawesi Utara-Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara ditata kembali
statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I
Sulawesi Selatan-Tenggara melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 47 /Prp/Tahun 1960. Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi
: Kotapraja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II
masing-masing : Sangihe Talaud, Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol
Toli-Toli, Donggala, Poso, dan Luwuk/Banggai. Dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 ini, maka dimulailah
penyelenggaraan pemerintahan daerah-daerah otonomi Tingkat I Sulawesi, dimana
Wilayah Sulawesi Utara merupakan bagian dari Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara-Tengah.
Otonomisasi Provinsi Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah ini secara de facto baru dimulai sejak
terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada tanggal 26 Desember 1961.
Penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di daerah pada waktu itu dilaksanakan berdasarkan
Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 yang kemudian diikuti pula dengan
terbitnya Penpres Nomor 5 Tahun 1960. Kedua Penetapan Presiden itu pada
hakikatnya adalah upaya untuk menertibkan penyelenggaraan pemerintahan di
daerah berdasarkan stelsel "demokrasi terpimpin" sekaligus merupakan
penyempurnaan (retooling) aparatur pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1957.
Sementara itu Penetapan Presiden
Nomor 5 Tahun 1960 mengubah Susunan Keanggotaan DPRD yang semula terdiri dari
Wakil-Wakil Parpol sesuai hasil Pemilu, menjadi Dewan yang terdiri atas Wakil
Parpol dan Golongan Fungsional dengan menetapkan Kepala Daerah sebagai ketua
DPRD yang bukan anggota. Itulah sebabnya dalam Periode Kepemimpinan Mr. A.A.
Baramuli sejak tanggal 23 Maret 1960 s.d. 15 Juli 1962 disamping menjadi
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara – Tengah, dia juga berkedudukan
sebagai Ketua DPRD. Selama menjalankan roda pemerintahan di Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara–Tengah, Gubernur Mr. A.A. Baramuli dengan dibantu oleh Wakil
Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dan Sekretaris Daerah Residen Datu Mangku Nan
Kuning, yang kemudian diganti oleh Residen Hein Lalamentik, telah menempuh
langkah-langkah untuk mengonsolidasikan dan menata semua Aparatur Pemerintahan
yang ada, sekaligus secara bertahap melalui kerjasama dengan seluruh unsur dan
aparat keamanan di daerah telah berupaya memulihkan keamanan dan ketertiban
disemua tingkatan kehidupan masyarakat sampai akhir masa jabatan tanggal 15
Juni 1962. Sebagai gantinya, tanggal 15 Juni 1962 Presiden menunjuk Letkol F.J.
Tumbelaka sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara-Tengah, yang kemudian dikukuhkan sebagai Gubernur Definitif berdasarkan
Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tertanggal 27 Juli 1963.
Di sela-sela berbagai tantangan
dan rintangan yang menghadang Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah
pada waktu itu, tercatat suatu peristiwa besar yang tertulis dengan tinta emas
dan tidak akan terlupakan dalam perjalanan sejarah Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara sebagai salah satu Daerah Otonom. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23
September 1964, disaat mana Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan
Undang-Undang nomor 13 Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah Tingkat
I Sulawesi Utara-Tengah. Undang-undang tersebut menjadikan Sulawesi Utara
sebagai Daerah Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Momentum
diundangkannya undang-undang nomor 13 tahun 1964, kemudian dipatri sebagai hari
lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak saat itu, secara de facto
daerah tingkat I Sulawesi Utara membentang dari utara ke selatan barat daya,
dari Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat
di bagian barat Kabupaten Gorontalo.
Sementara itu Letkol F.J.
Tumbelaka masih tetap dipercayakan oleh pemerintah pusat untuk terus memimpin
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, baik dalam kedudukannya sebagai Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara maupun sebagai ketua DPRD Tingkat I
Sulawesi Utara, didampingi oleh wakil-wakil ketua M. Ma'ruf dan M.D.
Kartawinata. Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Gubernur Letkol F.J.
Tumbelaka dibantu pula oleh suatu Lembaga yang disebut Badan Pemerintahan
Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo, Drs. Simanjuntak, Drs.
Laute, Hasan Usman dan Pelima, Sekretaris Daerah Abdullah Amu. Upaya-upaya yang
telah di rintis oleh Gubernur sebelumnya terus dilanjutkan sampai mengakhiri
masa jabatannya pada tanggal 19 Maret 1965.
Memasuki permulaan tahun 1965,
semakin terasa ofensif PKI terhadap tokoh-tokoh politik dan kekuatan–kekuatan
sosial politik yang dianggap lawannya. Di tengah-tengah panasnya gejolak
politik waktu itu, Panglima Kodam XIII Merdeka Brigadir Jenderal Soenandar
Prijosoedarmo, disamping tugasnya sebagai Pansda XIII Merdeka, berdasarkan
Keputusan Presiden RI Nomor 57 tahun 1965 tanggal 19 Maret 1965 diserahi tugas
untuk menjabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan tugas
utama memulihkan dan menjaga keamanan dan ketertiban di semua sektor kehidupan
masyarakat, sekaligus mengendalikan jalannya roda Pemerintahan Daerah, sampai
tanggal 26 April 1966. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Brigjen Soenandar
Prijosoedarmo dibantu Badan Pemerintah Harian (BPH) yang beranggotakan Letkol
Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Husain Musa.
Pada tanggal 26 April 1966,
Brigjen Soenandar Prijosoedarmo diganti oleh Residen Abdulah Amu sebagai
Pejabat Gubernur Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1965 dimana salah satu ketentuan dalam undang-undang tersebut mengatur
tentang tidak dirangkapnya lagi jabatan Ketua DPRD oleh Kepala Daerah. Dengan
demikian terjadilah kekosongan jabatan kepemimpinan DPRD. Untuk mengisi
kekosongan jabatan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara melalui Keputusan nomor 19/dprd/1966 tanggal 12 mei 1966 menyerahkan
caretaker pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara kepada J. Minggu, T.B.
Makaminang, Gandhi Kalulu dan G. Lalamentik.
Sementara itu untuk membantu
Pejabat Gubernur Abdullah Amu dalam menjalankan tugasnya, maka berdasarkan
Surat Keputusan Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Nomor
274/1966 tanggal 30 Agustus 1966, telah dibentuk Badan Pekerja DPRD Tingkat I
Sulawesi Utara yang disebut Steering Committee yang diketuai oleh F.W.
Kumontoy, dan Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol
Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Abubakar Usman, dan Sekretaris
Daerah Residen A.M. Jacobus.
Pada tanggal 10 Desember 1966
dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 31/DGR/66 telah
ditetapkan Pimpinan DPRD-GR Provinsi Sulawesi Utara dengan Ketua Ahmad Husain
dan Wakil Ketua U.P. Dondo B.Sc., F.W. Kumontoy, dan Mayor (AL) J. Mamusung.
Tugas yang dilaksanakan mereka adalah memilih Gubernur Sulawesi Utara yang
definitif.
Pada tanggal 2 Maret 1967 di
depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara,
Brigadir Jenderal H.V. Worang diambil sumpahnya dan dilantik menjadi Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara oleh Menteri Dalam Negeri Mayjen Gatot
Suwagyo atas nama Presiden Republik Indonesia. H. V. Worang memegang jabatan
sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara selama 11 tahun 3
bulan, yaitu dari tanggal pelantikannya 2 Maret 1967 sampai dengan 20 Juni 1978
Dalam periode kepemimpinan
Gubernur H.V. Worang, Sistem dan Pola Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah masih
dilengkapi dengan Badan Pemerintahan Harian yang terdiri dari H.N. Pelealu, F.
Punuh, Husain Musa, Hamid Assegaf dan Letkol Suwondo. Sedangkan Sekretaris
Wilayah Daerah berturut-turut adalah B. Sumampouw, M. Warikki, W. Nayoan, M. H.
W. Dotulong dan Drs. P.P. Kepel. Pada periode 1967–1971 DPRD Provinsi Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara diketuai Achmad Husain dan periode 1971-1977 diketuai
Letkol Alexander Siwi, Bupati J. A. Laimad dan Ketua DPRD hasil Pemilu 1977
adalah J. A. Wuisan.
Di masa H.V. Worang memangku
Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kedua
kalinya, lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah yang mencabut/menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1965. Mayor Jenderal H.V. Worang mengakhiri perjalanan kepemimpinannya sebagai
gubernur yang terlama di Sulawesi Utara. Penggantinya adalah Brigjen TNI Willy
Lasut, GA, Yang merupakan Gubernur Sulut yang keenam.
Gubernur Willy Lasut, GA,
memulai tugasnya di Sulawesi Utara pada tanggal 20 Juni 1978 setelah beliau
diambil sumpahnya dan dilantik di depan Sidang DPRD Tingkat I Sulawesi Utara
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107/M Tahun 1978
tanggal 1 Juni 1978. Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara
dijabat oleh Drs. P.P. Kepel yang kemudian dilanjutkan oleh Drs. J. Rolos
sebagai pelaksana tugas sehari-hari. Sedangkan Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi
Utara dijabat oleh J. A. Wuisan sebagai Ketua dengan Wakil Ketua masing-masing
J. H. Pusung dan Hasan Usman.
Pada tanggal 20 Oktober 1979,
sejarah Daerah Sulawesi Utara kembali mencatat tongkat estafet kepemimpinan.
Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan dari
Brigadir Jenderal Willy Lasut, GA. kepada penggantinya Erman Hari Rustaman yang
pada waktu itu menjabat Direktur Jenderal Sosial Politik Depdagri, berdasarkan
Surat Keputusan Presiden RI Nomor 176/M Tahun 1979 tanggal 17 Oktober 1979,
ditunjuk pula sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara,
dengan satu tugas utama yaitu mempersiapkan pencalonan dan pemilihan Gubernur
yang definitif. Dalam periode kepemimpinan Pejabat Gubernur Erman Harirustaman,
Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dipegang oleh J.
Rolos, sedangkan kursi puncak kepemimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara
sebagai Ketua adalah J.A. Wuisan, dan wakil-wakilnya adalah J.H. Pusung dan
Hasan Usman.
Hanya kurang lebih enam bulan
sejak diangkat sebagai Pejabat Gubernur, Erman Harirustaman berhasil
merampungkan tugasnya dan pada tanggal 3 Maret 1980 jabatan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan kepada Letnan Jenderal G.H.
Mantik sebagai Gubernur kedelapan.
Periode kepemimpinan Gubernur
G.H. Mantik yang berlangsung dalam kurun waktu 1980-1985 telah diwarnai dengan
berbagai perkembangan, baik itu menyangkut penataan organisasi dan tata kerja
maupun pembenahan administrasi. Hal itu ternyata telah menjadi dasar berpijak
yang kukuh dalam memacu pembangunan di daerah Sulawesi Utara. Selama masa
jabatannya, dua tokoh tampil sebagai Ketua DPRD dalam kurun waktu yang berbeda.
Mereka adalah Letkol J.A. Wuisan, Ketua DPRD periode 1977 - 1982 dengan
Wakil-wakil ketua J.H. Pusung dan H. Hasan usman. Kemudian dilanjutkan oleh F.
Sumampouw, sebagai Ketua DPRD hasil Pemilu 1982, serta Wakil-wakil Ketua yaitu
M. Toha dan H. Hasan Usman. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. J. Rolos (Pejabat) dan kemudian dilanjutkan
Kolonel I. Tangkudung.
Pada tanggal 4 Maret 1985,
kembali sejarah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara mencatat penggantian
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kesembilan kalinya.
Brigadir Jenderal C.J. Rantung dilantik dalam Sidang Paripurna Khusus DPRD
Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk menggantikan Pejabat lama Letjen
(Purn) G.H. Mantik yang telah habis masa jabatannya. Pelantikan C.J. Rantung
sebagai Gubernur yang kesembilan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor
45/M Tahun 1985 tanggal 18 Februari 1985, untuk masa jabatan 1985-1990. Setelah
mengakhiri periode tersebut, maka Pemerintah Pusat dan masyarakat Sulawesi
Utara kembali memberikan kepercayaan dan meletakkan harapan di pundak Mayor
Jenderal (Purn) C.J. Rantung untuk memimpin kembali Daerah Sulawesi Utara,
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/M Tahun 1990
tanggal 10 Februari 1990, yang pelantikannya dilakukan oleh Menteri Dalam
Negeri Rudini atas nama Presiden Republik Indonesia untuk masa bakti kedua
Tahun 1990 – 1995. Selama periode kepemimpinan Gubernur C.J. Rantung dari Tahun
1985-1995, dia dibantu oleh Wakil Gubernur Drs. A. Mokoginta, kemudian
dilanjutkan oleh Drs. A. Nadjamudin. Sementara itu, Sekretaris Wilayah Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara semasa kepemimpinan 10 tahun Gubernur C. J. Rantung,
tercatat masing-masing Kolonel (Purn) I. Tangkudung, Kol. A.T. Dotulong, dan M.
Arsjad Daud, S.H. Sedangkan Pimpinan DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara, Ketua F. Sumampouw dengan Wakil-wakil Ketua M. Toha dan H. Hasan Usman,
yang dilanjutkan oleh Pimpinan DPRD Hasil Pemilu 1997 yaitu Ketua F. Sumampouw
dan Wakil-wakil Ketua Achmad H.S. Pakaya, F.P.D. Lengkey dan R. Tanos. Tahun
1995 kepemimpinan daerah dipercayakan kepada Mayjen TNI E.E. Mangindaan, dimana
pada tanggal 1 Maret 1995 terpilih dan ditetapkan.
Dimasa kepemimpinan Gubernur
E.E. Mangindaan, Ia didampingi oleh Wakil Gubernur Drs. A. Nadjamuddin,
kemudian dilanjutkan oleh 2 (dua) orang Wakil Gubernur yaitu Brigjen J. B.
Wenas dan Prof. Dr. H.A. Nusi dan Sekretaris Wilayah Daerah dijabat oleh M.
Arsjad Daud, S.H. kemudian diganti oleh Drs. J. F. Mailangkay. Pimpinan DPRD
Tingkat I Sulawesi Utara pada saat itu diketuai oleh Drs. J.D.P. Takaendengan
serta Wakil-wakil ketua masing-masing Rolly Tanos, W. Walintukan, Dr. H.T. Usup
dan Drs. Wempie Frederik. Kemudian tahun 1997-1999 Pimpinan DPRD adalah Brigjen
(Purn) R. Tanos sebagai Ketua dengan Wakil-wakil Ketua Drs A. Nadjamuddin, Kol.
W. Walintukan, Dra. Ny. J. Paruntu-T serta Drs. Syachrial Damopolii
menggantikan Drs. A. Nadjamuddin (Alm). Setelah Pemilu 1999, Pimpinan DPRD
dilanjutkan oleh Drs. A.J. Sondakh sebagai Ketua serta Wakil Ketua
masing-masing Kol. S.Y. Pantouw, Drs. Sun Biki, dan F.H. Sualang.
Seiring dengan bergulirnya
reformasi pemerintahan, maka berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
dilakukan penggantian kepemimpinan daerah setelah berakhirnya kepemimpinan
Mayjen E.E. Mangindaan melalui mekanisme pemilihan gubernur dan wakil dalam
satu paket dan berlangsung secara demokratis, maka terpilihlah Drs. Adolf Jouke
Sondakh sebagai Gubernur Sulawesi Utara yang kesebelas dan Freddy Harry Sualang
selaku Wakil Gubernur Sulawesi Utara periode 2000 – 2005 berdasarkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 62/m Tahun 2000 tanggal 9 Maret 2000 dan
pelantikannya dilakukan pada tanggal 15 Maret 2000 oleh Menteri Dalam Negeri
atas nama Presiden. Dengan dibantu oleh Sekretaris Daerah Provinsi Drs. J.F.
Mailangkay, yang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Johanis Kaloh.
Implementasi Tahun Kasih ini
dijabarkan dalam 4 (empat) "Sayang" yaitu Sayang Kepada Tuhan, Sayang
Kepada Sesama Manusia, Sayang Kepada Diri Sendiri, dan Sayang Terhadap
Lingkungan. Dalam era kepemimpinan Gubernur Drs. Adolf Jouke Sondakh dan Wakil
Gubernur Freddy H. Sualang ini terus dibangun hubungan kemitraan dengan DPRD
Provinsi Sulawesi Utara dibawah kepemimpinan Drs. Syachrial Damopolii sebagai
Ketua, serta para Wakil Ketua masing-masing Ir. Roy Maningkas, S.Y. Pantouw,
Drs. Sun Biki, yang kemudian J. Victor Mailangkay, SH. serta Drs. J. Parengkuan
menggantikan Ir. Roy Maningkas. Dalam perjalanan panjang sampai dengan Tahun
2000, Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5 Kabupaten dan
3 Kotamadaya yaitu : Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe
dan Talaud, Boalemo serta Kotamadya Manado, Bitung dan Gorontalo.
Selanjutnya seiring dengan
nuansa reformasi dan otonomi daerah, maka telah dilakukan pemekaran wilayah
dengan terbentuknya Provinsi Gorontalo sebagai hasil pemekaran dari Provinsi
Sulawesi Utara melalui Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000. Dengan demikian,
wilayah Provinsi Sulawesi Utara setelah pemekaran provinsi meliputi : Kabupaten
Sangihe dan Talaud, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kota
Manado dan Kota Bitung. Hingga saat ini telah terjadi pemekaran kabupaten
dengan ketambahan kabupaten baru yaitu Kabupaten Talaud berdasarkan Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2002 serta Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon
berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2003, dan Kabupaten Minahasa Utara
berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2003.
Dengan berakhirnya kepemimpinan
Drs. A.J. Sondakh dan F.H. Sualang 2000 – 2005, maka perlu dilaksanakan
pemilihan kepala daerah; gubernur dan wakil gubernur di daerah ini. untuk itu,
guna menindaklanjuti masa transisi menuju kepemimpinan kepala daerah yang
definitif, maka Ir. Lucky Harry Korah, M.Si. dilantik oleh Menteri Dalam Negeri
pada tanggal 17 Maret 2005 di Jakarta sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Utara
dengan tugas memfasilitasi dan mengawasi jalannya pemilihan gubernur dan wakil
gubernur secara langsung.
Pada tanggal 21 Juli 2005 untuk
pertama kali di Indonesia dilakukan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
Sulawesi Utara secara langsung oleh rakyat, dimana berhasil terpilih pasangan
S.H. Sarundajang sebagai Gubernur Sulawesi Utara dan F.H. Sualang sebagai Wakil
Gubernur Sulawesi Utara untuk masa bhakti 2005 – 2010. Sedangkan Ketua DPRD
dijabat oleh Drs. Syarial Damapolii yang dibantu oleh wakil ketua masing-masing
Djendri Keintjem, R. Pandegirot, dan Arthur Kotambunan. Untuk Sekretaris daerah
selama periode pertama dipegang oleh Dr. Johanis Kaloh kemudian dilanjutkan
oleh Drs. R.J. Mamuaja pada tahun 2006, sampai saat ini. Namun dalam masa tugas
Drs. R.J. Mamuaja juga ditunjuk Plt. Sekretaris daerah yaitu berturut turut Hr.
Makagansa dan Siswa Rahmat Mokodongan.
Dalam masa kepemimpinan S.H.
Sarundajang dan F.H. Sualang, wilayah administrasi pemerintahan Sulawesi Utara
mengalami ketambahan 4 (empat) kabupaten/kota baru pada tahun 2007 yakni Kota
Kotamobagu berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2007, Kab. Minahasa Tenggara
berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2007, Kab. Bolmong Utara berdasarkan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2007 dan Kab. Siau Tagulandang Biaro berdasarkan
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2007. Pada tahun 2008 ketambahan lagi 2 (dua)
kabupaten baru yakni Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berdasarkan
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2008 dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan
berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2008 sehingga jumlah daerah otonom di
Provinsi Sulawesi Utara menjadi 11 (sebelas) kabupaten dan 4 (empat) kota.
Melalui pemilihan langsung
Gubernur dan wakil Gubernur Untuk kedua kalinya Sarundajang terpilih sebagai
Gubernur Sulawesi Utara masa bakti 2010-2015 didampingi Wakil Gubernur Drs.
Djouhari Kansil, M.Pd. Sedangkan Ketua DPRD dijabat oleh Pdt. Mieva Salindeho,
S.Th., dibantu wakil ketua masing-masing Jody Watung, Sus Pangemanan dan Arthur
Kotambunan. Untuk Sekretaris Daerah tetap dipegang oleh pelaksana tugas Ir.
Siswa Rahmat Mokodongan, kemudian dikembalikan lagi kepada Drs. R.J. Mamuaja
sampai pada tanggal 7 Maret 2011 yang dilanjutkan oleh Ir. Siswa Rahmat
Mokodongan.
Provinsi Sulawesi Utara
mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada
dipaling ujung utara Nusantara ini menjadi Provinsi Daerah Tingkat I. Sejarah
Pemerintahan Daerah Sulawesi Utara, seperti halnya sejarah provinsi-provinsi
lainnya di Pulau Sulawesi, beberapa kali mengalami perubahan administrasi
pemerintahan. Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, Daerah ini
berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Seiring
dengan perkembangan pemerintahan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 5
tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian yaitu Provinsi Sulawesi
Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Untuk mengatur penyelenggaraan
pemerintahan di Provinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 122/m tahun 1960 tanggal 23 Maret 1960
ditunjuklah Mr. A.A. Baramuli sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara-Tengah.
Sembilan bulan kemudian Provinsi
Sulawesi Utara-Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara ditata kembali
statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I
Sulawesi Selatan-Tenggara melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 47 /Prp/Tahun 1960. Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi
: Kotapraja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II
masing-masing : Sangihe Talaud, Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol
Toli-Toli, Donggala, Poso, dan Luwuk/Banggai. Dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 ini, maka dimulailah
penyelenggaraan pemerintahan daerah-daerah otonomi Tingkat I Sulawesi, dimana
Wilayah Sulawesi Utara merupakan bagian dari Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara-Tengah.
Otonomisasi Provinsi Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah ini secara de facto baru dimulai sejak
terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada tanggal 26 Desember 1961.
Penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di daerah pada waktu itu dilaksanakan berdasarkan
Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 yang kemudian diikuti pula dengan
terbitnya Penpres Nomor 5 Tahun 1960. Kedua Penetapan Presiden itu pada
hakikatnya adalah upaya untuk menertibkan penyelenggaraan pemerintahan di
daerah berdasarkan stelsel "demokrasi terpimpin" sekaligus merupakan
penyempurnaan (retooling) aparatur pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1957.
Sementara itu Penetapan Presiden
Nomor 5 Tahun 1960 mengubah Susunan Keanggotaan DPRD yang semula terdiri dari
Wakil-Wakil Parpol sesuai hasil Pemilu, menjadi Dewan yang terdiri atas Wakil
Parpol dan Golongan Fungsional dengan menetapkan Kepala Daerah sebagai ketua
DPRD yang bukan anggota. Itulah sebabnya dalam Periode Kepemimpinan Mr. A.A.
Baramuli sejak tanggal 23 Maret 1960 s.d. 15 Juli 1962 disamping menjadi
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara – Tengah, dia juga berkedudukan
sebagai Ketua DPRD. Selama menjalankan roda pemerintahan di Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara–Tengah, Gubernur Mr. A.A. Baramuli dengan dibantu oleh Wakil
Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dan Sekretaris Daerah Residen Datu Mangku Nan
Kuning, yang kemudian diganti oleh Residen Hein Lalamentik, telah menempuh
langkah-langkah untuk mengonsolidasikan dan menata semua Aparatur Pemerintahan
yang ada, sekaligus secara bertahap melalui kerjasama dengan seluruh unsur dan
aparat keamanan di daerah telah berupaya memulihkan keamanan dan ketertiban
disemua tingkatan kehidupan masyarakat sampai akhir masa jabatan tanggal 15
Juni 1962. Sebagai gantinya, tanggal 15 Juni 1962 Presiden menunjuk Letkol F.J.
Tumbelaka sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara-Tengah, yang kemudian dikukuhkan sebagai Gubernur Definitif berdasarkan
Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tertanggal 27 Juli 1963.
Di sela-sela berbagai tantangan
dan rintangan yang menghadang Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah
pada waktu itu, tercatat suatu peristiwa besar yang tertulis dengan tinta emas
dan tidak akan terlupakan dalam perjalanan sejarah Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara sebagai salah satu Daerah Otonom. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23
September 1964, disaat mana Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan
Undang-Undang nomor 13 Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah. Undang-undang tersebut menjadikan Sulawesi
Utara sebagai Daerah Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya.
Momentum diundangkannya undang-undang nomor 13 tahun 1964, kemudian dipatri
sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak saat itu, secara
de facto daerah tingkat I Sulawesi Utara membentang dari utara ke selatan barat
daya, dari Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke
Molosipat di bagian barat Kabupaten Gorontalo.
Sementara itu Letkol F.J.
Tumbelaka masih tetap dipercayakan oleh pemerintah pusat untuk terus memimpin
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, baik dalam kedudukannya sebagai Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara maupun sebagai ketua DPRD Tingkat I Sulawesi
Utara, didampingi oleh wakil-wakil ketua M. Ma'ruf dan M.D. Kartawinata. Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dibantu
pula oleh suatu Lembaga yang disebut Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan
para anggota Letkol Rumpokowiryo, Drs. Simanjuntak, Drs. Laute, Hasan Usman dan
Pelima, Sekretaris Daerah Abdullah Amu. Upaya-upaya yang telah di rintis oleh
Gubernur sebelumnya terus dilanjutkan sampai mengakhiri masa jabatannya pada
tanggal 19 Maret 1965.
Memasuki permulaan tahun 1965,
semakin terasa ofensif PKI terhadap tokoh-tokoh politik dan kekuatan–kekuatan
sosial politik yang dianggap lawannya. Di tengah-tengah panasnya gejolak
politik waktu itu, Panglima Kodam XIII Merdeka Brigadir Jenderal Soenandar
Prijosoedarmo, disamping tugasnya sebagai Pansda XIII Merdeka, berdasarkan
Keputusan Presiden RI Nomor 57 tahun 1965 tanggal 19 Maret 1965 diserahi tugas
untuk menjabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan tugas
utama memulihkan dan menjaga keamanan dan ketertiban di semua sektor kehidupan
masyarakat, sekaligus mengendalikan jalannya roda Pemerintahan Daerah, sampai
tanggal 26 April 1966. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Brigjen Soenandar
Prijosoedarmo dibantu Badan Pemerintah Harian (BPH) yang beranggotakan Letkol
Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Husain Musa.
Pada tanggal 26 April 1966,
Brigjen Soenandar Prijosoedarmo diganti oleh Residen Abdulah Amu sebagai
Pejabat Gubernur Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1965 dimana salah satu ketentuan dalam undang-undang tersebut mengatur
tentang tidak dirangkapnya lagi jabatan Ketua DPRD oleh Kepala Daerah. Dengan
demikian terjadilah kekosongan jabatan kepemimpinan DPRD. Untuk mengisi
kekosongan jabatan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara melalui Keputusan nomor 19/dprd/1966 tanggal 12 mei 1966 menyerahkan
caretaker pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara kepada J. Minggu, T.B.
Makaminang, Gandhi Kalulu dan G. Lalamentik.
Sementara itu untuk membantu
Pejabat Gubernur Abdullah Amu dalam menjalankan tugasnya, maka berdasarkan
Surat Keputusan Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Nomor
274/1966 tanggal 30 Agustus 1966, telah dibentuk Badan Pekerja DPRD Tingkat I
Sulawesi Utara yang disebut Steering Committee yang diketuai oleh F.W.
Kumontoy, dan Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol
Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf dan Abubakar Usman, dan Sekretaris
Daerah Residen A.M. Jacobus.
Pada tanggal 10 Desember 1966
dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 31/DGR/66 telah
ditetapkan Pimpinan DPRD-GR Provinsi Sulawesi Utara dengan Ketua Ahmad Husain
dan Wakil Ketua U.P. Dondo B.Sc., F.W. Kumontoy, dan Mayor (AL) J. Mamusung.
Tugas yang dilaksanakan mereka adalah memilih Gubernur Sulawesi Utara yang
definitif.
Pada tanggal 2 Maret 1967 di
depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara,
Brigadir Jenderal H.V. Worang diambil sumpahnya dan dilantik menjadi Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara oleh Menteri Dalam Negeri Mayjen Gatot
Suwagyo atas nama Presiden Republik Indonesia. H. V. Worang memegang jabatan
sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara selama 11 tahun 3
bulan, yaitu dari tanggal pelantikannya 2 Maret 1967 sampai dengan 20 Juni
1978.
Dalam periode kepemimpinan
Gubernur H.V. Worang, Sistem dan Pola Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah masih
dilengkapi dengan Badan Pemerintahan Harian yang terdiri dari H.N. Pelealu, F.
Punuh, Husain Musa, Hamid Assegaf dan Letkol Suwondo. Sedangkan Sekretaris
Wilayah Daerah berturut-turut adalah B. Sumampouw, M. Warikki, W. Nayoan, M. H.
W. Dotulong dan Drs. P.P. Kepel. Pada periode 1967–1971 DPRD Provinsi Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara diketuai Achmad Husain dan periode 1971-1977 diketuai
Letkol Alexander Siwi, Bupati J. A. Laimad dan Ketua DPRD hasil Pemilu 1977
adalah J. A. Wuisan.
Di masa H.V. Worang memangku
Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kedua
kalinya, lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah yang mencabut/menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1965. Mayor Jenderal H.V. Worang mengakhiri perjalanan kepemimpinannya sebagai
gubernur yang terlama di Sulawesi Utara. Penggantinya adalah Brigjen TNI Willy
Lasut, GA, Yang merupakan Gubernur Sulut yang keenam.
Gubernur Willy Lasut, GA,
memulai tugasnya di Sulawesi Utara pada tanggal 20 Juni 1978 setelah beliau
diambil sumpahnya dan dilantik di depan Sidang DPRD Tingkat I Sulawesi Utara
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107/M Tahun 1978
tanggal 1 Juni 1978. Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara
dijabat oleh Drs. P.P. Kepel yang kemudian dilanjutkan oleh Drs. J. Rolos sebagai
pelaksana tugas sehari-hari. Sedangkan Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara
dijabat oleh J. A. Wuisan sebagai Ketua dengan Wakil Ketua masing-masing J. H.
Pusung dan Hasan Usman.
Pada tanggal 20 Oktober 1979,
sejarah Daerah Sulawesi Utara kembali mencatat tongkat estafet kepemimpinan.
Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan dari
Brigadir Jenderal Willy Lasut, GA. kepada penggantinya Erman Hari Rustaman yang
pada waktu itu menjabat Direktur Jenderal Sosial Politik Depdagri, berdasarkan
Surat Keputusan Presiden RI Nomor 176/M Tahun 1979 tanggal 17 Oktober 1979,
ditunjuk pula sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara,
dengan satu tugas utama yaitu mempersiapkan pencalonan dan pemilihan Gubernur
yang definitif. Dalam periode kepemimpinan Pejabat Gubernur Erman Harirustaman,
Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dipegang oleh J.
Rolos, sedangkan kursi puncak kepemimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara
sebagai Ketua adalah J.A. Wuisan, dan wakil-wakilnya adalah J.H. Pusung dan
Hasan Usman.
Hanya kurang lebih enam bulan
sejak diangkat sebagai Pejabat Gubernur, Erman Harirustaman berhasil
merampungkan tugasnya dan pada tanggal 3 Maret 1980 jabatan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan kepada Letnan Jenderal G.H.
Mantik sebagai Gubernur kedelapan.
Periode kepemimpinan Gubernur
G.H. Mantik yang berlangsung dalam kurun waktu 1980-1985 telah diwarnai dengan
berbagai perkembangan, baik itu menyangkut penataan organisasi dan tata kerja
maupun pembenahan administrasi. Hal itu ternyata telah menjadi dasar berpijak
yang kukuh dalam memacu pembangunan di daerah Sulawesi Utara. Selama masa
jabatannya, dua tokoh tampil sebagai Ketua DPRD dalam kurun waktu yang berbeda.
Mereka adalah Letkol J.A. Wuisan, Ketua DPRD periode 1977 - 1982 dengan
Wakil-wakil ketua J.H. Pusung dan H. Hasan usman. Kemudian dilanjutkan oleh F.
Sumampouw, sebagai Ketua DPRD hasil Pemilu 1982, serta Wakil-wakil Ketua yaitu
M. Toha dan H. Hasan Usman. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. J. Rolos (Pejabat) dan kemudian dilanjutkan
Kolonel I. Tangkudung.
Pada tanggal 4 Maret 1985,
kembali sejarah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara mencatat penggantian
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kesembilan kalinya.
Brigadir Jenderal C.J. Rantung dilantik dalam Sidang Paripurna Khusus DPRD
Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk menggantikan Pejabat lama Letjen
(Purn) G.H. Mantik yang telah habis masa jabatannya. Pelantikan C.J. Rantung
sebagai Gubernur yang kesembilan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor
45/M Tahun 1985 tanggal 18 Februari 1985, untuk masa jabatan 1985-1990. Setelah
mengakhiri periode tersebut, maka Pemerintah Pusat dan masyarakat Sulawesi
Utara kembali memberikan kepercayaan dan meletakkan harapan di pundak Mayor
Jenderal (Purn) C.J. Rantung untuk memimpin kembali Daerah Sulawesi Utara,
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/M Tahun 1990 tanggal
10 Februari 1990, yang pelantikannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini
atas nama Presiden Republik Indonesia untuk masa bakti kedua Tahun 1990 – 1995.
Selama periode kepemimpinan Gubernur C.J. Rantung dari Tahun 1985-1995, dia
dibantu oleh Wakil Gubernur Drs. A. Mokoginta, kemudian dilanjutkan oleh Drs.
A. Nadjamudin. Sementara itu, Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara semasa kepemimpinan 10 tahun Gubernur C. J. Rantung, tercatat
masing-masing Kolonel (Purn) I. Tangkudung, Kol. A.T. Dotulong, dan M. Arsjad
Daud, S.H. Sedangkan Pimpinan DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara,
Ketua F. Sumampouw dengan Wakil-wakil Ketua M. Toha dan H. Hasan Usman, yang
dilanjutkan oleh Pimpinan DPRD Hasil Pemilu 1997 yaitu Ketua F. Sumampouw dan
Wakil-wakil Ketua Achmad H.S. Pakaya, F.P.D. Lengkey dan R. Tanos. Tahun 1995
kepemimpinan daerah dipercayakan kepada Mayjen TNI E.E. Mangindaan, dimana pada
tanggal 1 Maret 1995 terpilih dan ditetapkan.
Dimasa kepemimpinan Gubernur
E.E. Mangindaan, Ia didampingi oleh Wakil Gubernur Drs. A. Nadjamuddin,
kemudian dilanjutkan oleh 2 (dua) orang Wakil Gubernur yaitu Brigjen J. B.
Wenas dan Prof. Dr. H.A. Nusi dan Sekretaris Wilayah Daerah dijabat oleh M.
Arsjad Daud, S.H. kemudian diganti oleh Drs. J. F. Mailangkay. Pimpinan DPRD
Tingkat I Sulawesi Utara pada saat itu diketuai oleh Drs. J.D.P. Takaendengan
serta Wakil-wakil ketua masing-masing Rolly Tanos, W. Walintukan, Dr. H.T. Usup
dan Drs. Wempie Frederik. Kemudian tahun 1997-1999 Pimpinan DPRD adalah Brigjen
(Purn) R. Tanos sebagai Ketua dengan Wakil-wakil Ketua Drs A. Nadjamuddin, Kol.
W. Walintukan, Dra. Ny. J. Paruntu-T serta Drs. Syachrial Damopolii
menggantikan Drs. A. Nadjamuddin (Alm). Setelah Pemilu 1999, Pimpinan DPRD
dilanjutkan oleh Drs. A.J. Sondakh sebagai Ketua serta Wakil Ketua
masing-masing Kol. S.Y. Pantouw, Drs. Sun Biki, dan F.H. Sualang.
Seiring dengan bergulirnya
reformasi pemerintahan, maka berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
dilakukan penggantian kepemimpinan daerah setelah berakhirnya kepemimpinan
Mayjen E.E. Mangindaan melalui mekanisme pemilihan gubernur dan wakil dalam
satu paket dan berlangsung secara demokratis, maka terpilihlah Drs. Adolf Jouke
Sondakh sebagai Gubernur Sulawesi Utara yang kesebelas dan Freddy Harry Sualang
selaku Wakil Gubernur Sulawesi Utara periode 2000 – 2005 berdasarkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 62/m Tahun 2000 tanggal 9 Maret 2000 dan
pelantikannya dilakukan pada tanggal 15 Maret 2000 oleh Menteri Dalam Negeri
atas nama Presiden. Dengan dibantu oleh Sekretaris Daerah Provinsi Drs. J.F.
Mailangkay, yang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Johanis Kaloh.
Implementasi Tahun Kasih ini
dijabarkan dalam 4 (empat) "Sayang" yaitu Sayang Kepada Tuhan, Sayang
Kepada Sesama Manusia, Sayang Kepada Diri Sendiri, dan Sayang Terhadap
Lingkungan. Dalam era kepemimpinan Gubernur Drs. Adolf Jouke Sondakh dan Wakil
Gubernur Freddy H. Sualang ini terus dibangun hubungan kemitraan dengan DPRD
Provinsi Sulawesi Utara dibawah kepemimpinan Drs. Syachrial Damopolii sebagai
Ketua, serta para Wakil Ketua masing-masing Ir. Roy Maningkas, S.Y. Pantouw,
Drs. Sun Biki, yang kemudian J. Victor Mailangkay, SH. serta Drs. J. Parengkuan
menggantikan Ir. Roy Maningkas. Dalam perjalanan panjang sampai dengan Tahun 2000,
Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5 Kabupaten dan 3
Kotamadaya yaitu : Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe
dan Talaud, Boalemo serta Kotamadya Manado, Bitung dan Gorontalo.
Selanjutnya seiring dengan
nuansa reformasi dan otonomi daerah, maka telah dilakukan pemekaran wilayah
dengan terbentuknya Provinsi Gorontalo sebagai hasil pemekaran dari Provinsi
Sulawesi Utara melalui Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000. Dengan demikian,
wilayah Provinsi Sulawesi Utara setelah pemekaran provinsi meliputi : Kabupaten
Sangihe dan Talaud, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kota
Manado dan Kota Bitung. Hingga saat ini telah terjadi pemekaran kabupaten
dengan ketambahan kabupaten baru yaitu Kabupaten Talaud berdasarkan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2002 serta Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota
Tomohon berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2003, dan Kabupaten Minahasa
Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2003.
Dengan berakhirnya kepemimpinan
Drs. A.J. Sondakh dan F.H. Sualang 2000 – 2005, maka perlu dilaksanakan
pemilihan kepala daerah; gubernur dan wakil gubernur di daerah ini. untuk itu,
guna menindaklanjuti masa transisi menuju kepemimpinan kepala daerah yang
definitif, maka Ir. Lucky Harry Korah, M.Si. dilantik oleh Menteri Dalam Negeri
pada tanggal 17 Maret 2005 di Jakarta sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Utara
dengan tugas memfasilitasi dan mengawasi jalannya pemilihan gubernur dan wakil
gubernur secara langsung.
Pada tanggal 21 Juli 2005 untuk
pertama kali di Indonesia dilakukan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
Sulawesi Utara secara langsung oleh rakyat, dimana berhasil terpilih pasangan
S.H. Sarundajang sebagai Gubernur Sulawesi Utara dan F.H. Sualang sebagai Wakil
Gubernur Sulawesi Utara untuk masa bhakti 2005 – 2010. Sedangkan Ketua DPRD
dijabat oleh Drs. Syarial Damapolii yang dibantu oleh wakil ketua masing-masing
Djendri Keintjem, R. Pandegirot, dan Arthur Kotambunan. Untuk Sekretaris daerah
selama periode pertama dipegang oleh Dr. Johanis Kaloh kemudian dilanjutkan
oleh Drs. R.J. Mamuaja pada tahun 2006, sampai saat ini. Namun dalam masa tugas
Drs. R.J. Mamuaja juga ditunjuk Plt. Sekretaris daerah yaitu berturut turut Hr.
Makagansa dan Siswa Rahmat Mokodongan.
Dalam masa kepemimpinan S.H.
Sarundajang dan F.H. Sualang, wilayah administrasi pemerintahan Sulawesi Utara
mengalami ketambahan 4 (empat) kabupaten/kota baru pada tahun 2007 yakni Kota
Kotamobagu berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2007, Kab. Minahasa Tenggara
berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2007, Kab. Bolmong Utara berdasarkan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2007 dan Kab. Siau Tagulandang Biaro berdasarkan
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2007. Pada tahun 2008 ketambahan lagi 2 (dua)
kabupaten baru yakni Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berdasarkan
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2008 dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan
berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2008 sehingga jumlah daerah otonom di
Provinsi Sulawesi Utara menjadi 11 (sebelas) kabupaten dan 4 (empat) kota.
Melalui pemilihan langsung
Gubernur dan wakil Gubernur Untuk kedua kalinya Sarundajang terpilih sebagai
Gubernur Sulawesi Utara masa bakti 2010-2015 didampingi Wakil Gubernur Drs.
Djouhari Kansil, M.Pd. Sedangkan Ketua DPRD dijabat oleh Pdt. Mieva Salindeho,
S.Th., dibantu wakil ketua masing-masing Jody Watung, Sus Pangemanan dan Arthur
Kotambunan. Untuk Sekretaris Daerah tetap dipegang oleh pelaksana tugas Ir.
Siswa Rahmat Mokodongan, kemudian dikembalikan lagi kepada Drs. R.J. Mamuaja
sampai pada tanggal 7 Maret 2011 yang dilanjutkan oleh Ir. Siswa Rahmat
Mokodongan.
No comments:
Post a Comment